Mohon tunggu...
Agussalim Ibnu Hamzah
Agussalim Ibnu Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Historia Magistra Vitae

Mengajar sambil belajar menulis beragam tema (sejarah, pendidikan, agama, sosial, politik, hingga kisah-kisah inspiratif). Menerbitkan sejumlah buku tunggal atau antologi bersama beberapa komunitas seperti AGUPENA, SATUPENA, MEDIA GURU, KMO, SYAHADAH, AGSI dan SAMISANOV.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kesaktian Pancasila karena Manunggalnya ABRI dengan Rakyat

5 Oktober 2023   13:23 Diperbarui: 5 Oktober 2023   13:30 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dukungan rakyat terhadap TNI saat "show of force" (sumber: buku Jejak Langkah Pak Harto)

Tanggal 1 Oktober 2023, bangsa Indonesia baru saja memperingati Hari Kesaktian Pancasila. Berselang empat hari kemudian, tepatnya pada 5 Oktober 2023 bangsa ini kembali memperingati Hari Lahir TNI--masa Orde Lama-Orde Baru merupakan bagian tak terpisahkan dari ABRI. Bukan kebetulan jika pada 1965, kekompakan ABRI dan rakyat diuji melalui sebuah peristiwa pahit yang disebut Gerakan 30 September (G.30.S). Sebuah nama yang disematkan oleh pemimpin gerakan tersebut yakni Letkol Untung. Lalu adakah hubungan di antara kesaktian Pancasila dengan manunggalnya ABRI-rakyat?

Pancasila tetap sakti karena dijaga oleh benteng kuat bernama ABRI yang disokong oleh benteng lainnya yaitu rakyat Indonesia. Kedua benteng inilah yang berhasil menjaga Pancasila meskipun dirongrong oleh G.30.S yang berkeinginan memaksakan satu ideologi tertentu. Berikut kami sajikan kronologis manunggalnya ABRI dan rakyat pasca G.30.S berdasarkan buku "Jejak Langkah Pak Harto" yang ditulis oleh G Dwipayana dan Nazaruddin Syamsuddin.

Langkah Brilian Mayjend Suharto Menjadi Modal Kepercayaan Rakyat

Mayor Jenderal Suharto yang menjabat Panglima Kostrad tidak perlu menunggu waktu hingga berhari-hari untuk menentukan sikap. Di hari yang sama dengan aksi penculikan yang dilakukan oleh G.30.S, pagi-pagi sekali sudah terjadi kesibukan luar biasa di Markas Kostrad di Jl. Merdeka Timur, Jakarta. Pangkostrad Mayjend Suharto mengadakan pertemuan (rapat) hingga dua kali dengan beberapa stafnya untuk membahas dan menilai terjadinya penculikan terhadap sejumlah perwira TNI AD beberapa jam sebelumnya.

Di antara yang menjadi pembahasan adalah pidato pemimpin G.30.S Letkol Untung yang disiarkan melalui RRI pada pukul 07.20 pagi (WIB). Dalam rapat tersebut Mayjend Suharto menegaskan bahwa gerakan yang dipimpin oleh Letkol Untung ini pasti didalangi oleh PKI. Alasannya di masa revolusi Letkol Untung adalah mantan anak buahnya di Resimen XV Solo. Letkol Untung pernah dibina dan dididik menjadi kader komunis oleh salah satu tokoh komunis Indonesia bernama Alimin.

Di antara langkah brilian lain yang dilakukan oleh Mayjend Suharto adalah saat ia menelepon para panglima angkatan. Saat itu, ia menegaskan bahwa untuk sementara Pimpinan Angkatan Darat dipegang olehnya, dan meminta kepada panglima angkatan lainnya agar jangan mengadakan gerakan pasukan tanpa sepengetahuan Pangkostrad. Mayjend Suharto mengambil alih pimpinan Angkatan Darat karena biasanya jika Menteri Panglima AD (Menpangad) Jend. Ahmad Yani berhalangan, maka Pimpinan Angkatan Darat selalu diserahkan kepada Pangkostrad. Ini pula alasan Mayjend Suharto saat Presiden Sukarno mengangkat Mayjend Pranoto Reksosamudro sebagai Pimpinan Angkatan Darat.

Posisi Mayjend Suharto sebagai Pimpinan Angkatan Darat menjadi alasan dirinya berwenang menggerakkan kesatuan elit Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) yang diperintahkan untuk melakukan penumpasan terhadap G.30.S/PKI di bawah pimpinan Kolonel Sarwo Edhie Wibowo. Kesuksesan RPKAD melaksanakan operasi penumpasan semakin membawa citra positif Angkatan Darat di mata rakyat Indonesia saat itu. Sekaligus meneguhkan Mayjend Suharto menjadi sosok penting pasca G.30.S. Apalagi ia kemudian ditetapkan menjadi Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) oleh Presiden Sukarno pada 3 Oktober 1965, bahkan sehubungan dengan gugurnya Jend. Ahmad Yani Mayjend Suharto diangkat menjadi Menpangad pada 14 Oktober 1965. Ia dilantik pada 16 Oktober 1965 dengan pangkat Letnan Jenderal.

Jenderal Suharto (sumber: buku Jejak Langkah Pak Harto)
Jenderal Suharto (sumber: buku Jejak Langkah Pak Harto)

Dukungan Rakyat untuk ABRI

Pengangkatan Letjend Suharto menjadi Pangkopkamtib mendapat sambutan hangat dari rakyat Indonesia. Dua organisasi kemasyarakatan (ormas) terbesar Islam di Indonesia yakni Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah segera menyatakan dukungannya kepada Letjend Suharto. Pengurus Besar (PB) NU telah menyatakan dukungannya sejak 15 Oktober 1965 bahwa mereka akan memberikan dukungan dan bantuan kepada Pembantu Presiden yang baru dalam usahanya memulihkan dan menegakkan keamanan serta ketertiban umum sesuai dengan garis kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Presiden Sukarno. Sehari berselang, tepatnya di hari pelantikan Letjend Suharto sebagai Menpangad, Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah mengirimkan kawat kepada Letjend Suharto menyatakan keyakinannya bahwa Menpangad Letjend Suharto pasti akan dapat memulihkan keamanan dan ketertiban dengan segera.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun