Sesuai penanggalan Masehi bulan ini umat Islam memperingati maulid Nabi Muhammad saw. Tentu diharapkan peringatan ini tidak hanya menjadi seremoni ritual semata tetapi seharusnya menjadi momen merenungi makna dari kisah-kisah seputar kelahiran (maulid) Nabi saw. Di antara kisah yang telah akrab di telinga bahkan sejak kita usia kanak-kanak adalah kisah pasukan (tentara) bergajah. Kisah ini adalah peristiwa penyerangan Ka'bah yang terjadi pada bulan Muharam, sekitar lima puluh atau limapuluh lima hari sebelum kelahiran Nabi saw. Jika disesuaikan dengan penanggalan Masehi maka bertepatan dengan akhir Februari atau awal Maret 571 M, tahun di mana Nabi Muhammad saw dilahirkan.
Aksi Intoleran yang Dibalas Radikalisme
Mungkin tidak banyak di antara kita yang sempat mengadakan literasi mendalam bahwa latar belakang penyerangan Ka'bah oleh Abrahah adalah adanya aksi intoleran yang kemudian dibalas dengan radikalisme.
Dituliskan dalam Ar-Rahiq Al-Makhtum Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri bahwa salah seorang gubernur di Yaman tepatnya raja di Najasyi bernama Abrahah bin Ash-Shabah Al-Habsyi menyaksikan orang-orang Arab berhaji ke Ka'bah secara berbondong-bondong. Maka ia kemudian membuat tandingan dengan membangun gereja yang megah dan besar di Shan'a. Dia berharap agar orang-orang Arab berpaling dari Ka'bah dan beralih ke gerejanya di Shan'a.
Disebutkan kemudian ada seorang laki-laki dari bani Kinanah yang mengetahui maksud Abrahah. Kemudian pada malam harinya, ia masuk ke dalam gereja dengan mengendap-endap dan melumuri kiblatnya dengan kotoran. Ketika Abrahah mengetahui hal itu, ia pun marah besar. Ia berangkat bersama pasukan Aramram dan mengerahkan 60.000 pasukan menuju Ka'bah untuk menghancurkannya. Gajah yang ditunggangi Abrahah adalah gajah terbesar di antara gajah-gajah pasukannya. Total gajah yang turut serta dalam barisan pasukannya berkisar antara 9 sampai 13 gajah.
Respon Damai Pemimpin Makkah terhadap Aksi Radikal Abrahah
Dikisahkan dalam Al-Wafa Ibnul Jauzi bahwa saat akan memasuki kota Makkah Abrahah meminta bertemu dengan pemimpin kota itu yang tidak lain merupakan kakek Nabi Muhammad saw yaitu Abdul Muthalib. Saat bertemu, Abdul Muthalib meminta Abrahah menyerahkan kembali 200 ekor untanya yang diambil oleh Abrahah. Mendengar permintaan Abdul Muthalib, Abrahah berkata kepada penerjemahnya bahwa semula ia mengagumi Abdul Muthalib tetapi setelah mendengar permintaannya ia tidak hormat lagi. Bagaimana mungkin ia lebih mementingkan untanya lalu meninggalkan Ka'bah yang merupakan bagian agamanya dan agama keturunan nenek moyangnya yang akan dihancurkan oleh Abrahah. Setelah penerjemah meneruskan maksud kalimat rajanya ke Abdul Muthalib, pemimpin kota Makkah ini berkata, "Aku adalah pemilik unta-unta itu. Sementara Ka'bah ini mempunyai Pemilik yang akan melindunginya."
Dikisahkan selanjutnya bahwa Abdul Muthalib pergi menemui orang-orang Quraisy, dan memerintahkan mereka agar keluar dari Makkah serta berlindung di pegunungan dan bukit, karena ia khawatir terhadap perlakuan pasukan Abrahah. Abdul Muthalib berdiri dan memegang salah satu tiang pintu Ka'bah seraya mengucapkan syair yang berisi permohonan agar Allah menjaga Ka'bah ini dari serangan pasukan Abrahah.
Ketika Gajah Menolak Mendukung Radikalisme Abrahah