Ma'had Al-Zaytun masih menjadi perbincangan masyarakat Indonesia pasca viralnya praktik salat Idul Fitri hingga pimpinannya, Panji Gumilang ditetapkan tersangka. Berbagai komentar berseliweran melalui banyak postingan kanal youtube, mulai dari alumni, ustaz/ulama atau tokoh, baik yang mendukung maupun hingga yang menghujat. Tulisan ini bukan bermaksud mereview komentar-komentar itu, penulis lebih tertarik merangkai fakta seputar tokoh utamanya yang kemudian menjadi sosok kontroversial. Tokoh tersebut tidak lain adalah Panji Gumilang.
Pendidikan dan Organisasi
Panji Gumilang lahir di Gresik, 30 Juli 1946. Ia berkenalan dengan dunia pesantren saat menempuh pendidikan di Pondok Modern Darussalam Gontor. Setelah tamat pada tahun 1966, ia melanjutkan pendidikan ke IAIN Syarif Hidayatullah. Sepuluh tahun selanjutnya, ia bahkan menjabat sebagai Ketua Ikatan Alumni UIN Syarif Hidayatullah untuk dua periode (2006-2013). Pengalaman organisasi Panji Gumilang memang tidak bisa dipandang sebelah mata. Ia pernah aktif di HMI cabang Ciputat, petugas Rabithoh 'Alam Islami yang ditugaskan di Majelis Ulama Islam Malaysia Sabah bahagian Dakwah (1982-1989). Di antara rentang waktu tujuh tahun itu, ia sekaligus menjabat sebagai Presiden PERKISA (Perhimpunan Keluarga Besar Indonesia Sabah Malaysia) selama dua periode.
Mendirikan dan Memimpin Al-Zaytun
Demi mendapatkan data terkait Panji Gumilang sebelum memimpin Al-Zaytun, penulis harus melakukan penelusuran ke beberapa media nasional terpercaya yang pernah mempublikasinya. Beberapa hal yang penulis temukan di antaranya bahwa di antara rentang waktu 1967-1968, Panji Gumilang adalah guru di salah satu madrasah tsanawiyah di daerah Pandeglang tetapi dikenal dengan nama Abdussalam bin Imam Rasyidi.
Beberapa tahun kemudian, Panji Gumilang menggeluti dunia usaha berdagang beras hingga ke Jakarta. Saat itulah, dia bertemu dengan Imam Supriyanto dan Haji Sarwani. Mereka adalah pendiri Yayasan Pesantren Indonesia (YPI) yang ingin mendirikan pondok pesantren. Pesantren yang dimaksud adalah Ma'had Al-Zaytun.
Prestasi dan Menjawab Isu NII
Prestasi yang terbilang cukup prestisius setelah memimpin Al-Zaytun diraihnya saat mendapatkan anugerah gelar Doktor Honoris Causa bidang Management, Education and Human Resources oleh IMCA (International Management Centres Association), Revans University---universitas action learning---yang berpusat di Buckingham, Inggris dan Amerika Serikat. Ia menerima penghargaan ini karena dianggap berjasa melakukan perubahan dalam transformasi kependidikan di Indonesia, yaitu mewujudkan ide baru dalam sebuah paradigma baru pendidikan Islam melalui Al-Zaytun. Sampai di sini, tidak ada yang aneh atau kontriversial dengan jejak rekam Panji Gumilang, bahkan mungkin tidak sedikit yang berdecak mengaguminya.
Awal mula angin konroversial berhembus saat namanya dihubung-hubungkan dengan gerakan Darul Islam/NII KW9. Sekaitan dengan tuduhan itu, Panji Gumilang membantah dirinya sebagai Abu Toto pemimpin organisasi ini. Bahkan ia mengatakan bahwa persoalan NII (Negara Islam Indonesia, pen...) telah selesai sejak 1962. Meski demikian, Badan Penelitian Departemen Agama segera diturunkan ke Ma'had Al-Zaytun untuk memastikan ada atau tidaknya penyimpangan dalam ma'had yang dipimpinnya. Hasilnya tidak ditemukan penyimpangan dari ajaran Islam dalam Ma'had Al-Zaytun baik dari segi akidah maupun praktik keagamaan.