Istilah Justice Collaborator ternyata belum dimuat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mungkin karena istilah ini berkaitan secara mendalam dengan penegakan hukum. Itulah sebabnya arti Justice Collaborator di antaranya dapat ditemukan dalam UU No. 31/2014 tentang Perubahan Atas UU No. 13/2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Arti Justice Collaborator dalam UU tersebut adalah Saksi Pelaku.
Dengan demikian, Justice Collaborator adalah istilah untuk menyebut seseorang yang memiliki peranan dalam sebuah kasus hukum. Itulah sebabnya seorang Justice Collaborator bisa saja berstatus tersangka, terdakwa atau terpidana yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap suatu pindak pidana dalam kasus yang sama.Â
Meski demikian, Justice Collaborator bukanlah pelaku utama dalam sebuah kasus. Penjelasan ini sekaligus menunjukkan betapa pentingnya peran seorang Justice Collaborator dalam membantu menyidik sebuah kasus, terutama perkara pidana kejahatan terorganisir atau terencana.
Penulis tidak ingin berpolemik tentang kasus yang saat ini masih viral dan banyak menyita perhatian publik, apalagi membandingkan atau menyamakan kasus tersebut dengan kasus pembunuhan berencana yang dilakukan oleh Ken Arok pada delapan abad yang lalu.Â
Tujuan penulis adalah menyampaikan pesan mengapa pembunuhan Tunggul Ametung oleh Ken Arok lama baru terungkap, tepatnya saat Anusapati (putra Tunggul Ametung dan Ken Dedes) membunuh Ken Arok. Padahal saat pembunuhan ayahnya, Anusapati masih dalam kandungan Ken Dedes.
Asal-usul Ken Arok atau kadang ditulis Ken Angrok, pengabdiannya pada Akuwu Tumapel dan kisah asmaranya dengan Ken Dedes, hingga pembunuhan berencana terhadap atasannya diceritakan secara epik dalam Serat Pararaton.Â
Begitupun perjuangannya mengalahkan kerajaan Kediri dan mendirikan Singosari. Meski secara historiografi, kitab yang tidak diketahui penulisnya ini tak luput dari kritikan, tetapi banyak sejarawan yang tetap menjadikannya rujukan terutama yang bersesuaian dengan sumber lainnya, di antaranya kisah cinta Ken Arok dan Ken Dedes dan kisah pembunuhan Tunggul Ametung oleh Ken Arok. Kisah ini bahkan menginspirasi lahirnya banyak karya sastra berbentuk novel dan sinetron/film.
Dikisahkan dalam Pararaton bahwa saat mengabdi kepada Akuwu Tumapel, Tunggul Ametung, Ken Arok jatuh cinta terhadap Ken Dedes dan Ken Dedes pun demikian. Kisah asmara mereka juga dibalut sedikit oleh hal yang bersifat mistis bahwa Ken Arok pernah melihat bagian tubuh Ken Dedes yang bercahaya.
"Setibanya di taman Ken Dedes turun dari kereta, kebetulan dengan takdir dewa, terbukalah pahanya, sampai ke bagian pusatnya lalu tampak bersinar oleh Ken Angrok kecantikannya yang murni, tak ada yang menyamai cantiknya, jatuh cintalah Ken Angrok tak tahu apa yang diperbuatnya. Sepulang Ken Angrok dari tempat bercengkerama, Ken Angrok memberi-tahu kepada pendeta Lohgawe, katanya: "Bapak pendeta, adalah seorang wanita yang pusatnya mengeluarkan cahaja, apakah tandanya wanita begitu, tanda baik atau buruk?" Menjawablah sang pendeta: "Siapakah itu, anakku?" Berkata Ken Angrok: "Ada seorang wanita yang tampak bagian pusatnya olehku, Bapak". Berkatalah pendeta Lohgawe: "Anakku, jika ada wanita serupa itu, namanya Sri nariwari, wanita paling utama itu anakku, meskipun orang hina kalau mengambil wanita itu sebagai istrinya maka ia akan jadi raja besar. Diamlah Ken Angrok, akhirnya berkatalah ia: "Bapak pendeta, adapun yang bersinar bagian pusatnya itu istri dari akuwu Tumapel; kalau demikian, saya akan membunuhnya dengan keris, pasti mati dia, jika Bapak mengizinkan". Jawab sang pendeta: "Memang Tunggui Ametung mati olehmu, Anakku, tetapi saja tidak baik kalau mengizinkan kehendakmu, bukan perbuatan pendeta, tetapi sekehendakmulah." Â
Berdasarkan kisah dalam Pararaton ini, niat Ken Arok membunuh Tunggul Ametung pertama kali diketahui oleh Brahmana Lohgawe. Sang Brahmana saat itu tidak mengizinkan karena hal itu bukanlah tindakan seorang pendeta, tetapi ia menyampaikan bahwa batasnya adalah kehendak Ken Arok sendiri.
Kecewa mendengar jawaban gurunya, Ken Arok menemui seorang lagi ayah angkatnya, seorang penjudi yang lama tidak pernah ditemuinya bernama Bango Samparan. Ia menceritakan hal yang sama sebagaimana yang ia sampaikan kepada gurunya.Â
Tanpa menunggu jawaban ayah angkatnya, Ken Arok berkata, "Saya ingin jadi raja, Ayah, maksud Saya Tunggul Ametung akan Saya bunuh, istrinya Saja ambil dan Saya minta izin kepada sang pendeta. Kata sang pendeta: "Anakku Angrok, tak dapat seorang brahmana jika memberi izin bagi orang yang mau mengambil istri orang lain, tetapi terserah kepada kemauanmu sendiri. Inilah sebabnya Saya datang kemari, bermaksud minta izin Ayah, akan Saya bunuh akuwu di Tumapel, pasti mati sang akuwu oiehku". Bango Samparan menjawab, "Baiklah kalau begitu, Saya menyetujui jika Engkau mau membunuh Tunggul Ametung dengan keris, tetapi anakku, sang akuwu itu sakti, mungkin tidak terluka kalau ditusuk dengan keris yang tidak sakti. Adalah seorang temanku pandai besi di Desa Lulumbang, bernama Mpu Gandring, keris buatannya sangat sakti, tak ada orang yang dapat melawan kesaktiannja, jika dipakai menusuk pasti berhasil, pakailah buat membunuh Tunggul Ametung". Demikianlah pesan Bango Samparan kepada Ken  Angrok. Berkatalah Ken Angrok: "Saya mohon diri, Ayah, pergi ke Lulumbang."  Â
Selanjutnya siapa orang-orang yang juga disebut dalam rencana pembunuhan Ken Arok? Secara singkat dikisahkan bahwa Ken Arok mengikuti arahan ayah angkatnya memesan keris kepada Mpu Gandring. Tetapi sebelum keris itu sempurna, Ken Arok mengambil paksa kerisnya bahkan menikamkan kepada Mpu Gandring.Â
Sebelum wafat, Mpu Gandring mengeluarkan kutukan, "Buyung Angrok, kelak kamu akan mati oleh keris itu, anak cucumu akan mati karena keris itu juga, tujuh orang raja akan mati karena keris itu." Seakan menyesali perbuatannya, Ken Arok berkata, "Kalau aku menjadi orang, semoga kemuliaanku melimpah, juga kepada anak cucu pandai keris di Lulumbang."
Selanjutnya tersebutlah tentang Kebo Hijo (Kebo Ijo), sahabat Ken Arok sekaligus bersahabat pula dengan Tunggul Ametung. Melihat keris Ken Arok, Kebo Hijo sendiri yang meminta kepada Ken Arok agar dipinjamkan kerisnya. Ia tidak menyadari bahwa ia sedang melemparkan dirinya ke lingkaran setan rencana pembunuhan Ken Arok. Ia bahkan dengan senang memakai keris itu hingga orang-orang di Tumapel menyaksikannya.
Pada suatu malam, Ken Arok mencuri keris itu dari Kebo Hijo. Ia lalu masuk ke peraduan Tunggul Ametung, dan langsung menikamkan kerisnya ke dada korbannya hingga tembus ke jantung. Ken Arok sengaja membiarkan kerisnya tertancap di dada Akuwu Tumapel tersebut.
"Rupanya Kebo Hijolah yang membunuh Tunggul Ametung, karena sesungguhnya kerisnyalah yang tertancap di dadanya akuwu di Tumapel", kata orang Tumapel semua, sebagaimana tertulis dalam Pararaton.Â
Dikisahkan kemudian, Kebo Hijo ditangkap oleh keluarga Tunggul Ametung dan langsung ditikam dengan keris buatan Mpu Gandring yang sebelumnya telah dicabut dari dada mendiang Akuwu Tumapel.Â
Bagaimana dengan Ken Arok? Meski senang karena misi pembunuhannya berhasil, tetapi ia tetap merasa bersalah sebagaimana setelah membunuh Mpu Gandring. Dikisahkan Ken Arok memelihara anak mendiang Kebo Hijo yang sangat sedih dengan kematian ayahnya.
Lalu bagaimana dengan Ken Dedes? Apakah Pararaton secara implisit menyebut bahwa mereka menjalin asmara? Pararaton menuliskan, "Selanjutnya Dewa memang telah menghendaki, bahwasanya Ken Angrok memang sungguh-sungguh menjadi jodoh Ken Dedes, lamalah sudah mereka saling hendak menghendaki, tak ada orang Tumapel yang berani membicarakan semua tingkah laku Ken Angrok, demikian juga semua keluarga Tunggul Ametung diam, tak ada yang berani mengucap apa-apa, akhirnya Ken Angrok kawin dengan Ken Dedes.
Jika demikian, siapakah orang-orang yang saat itu bisa dijadikan saksi atau Justice Collaborator---sekali lagi andaikan ada penegakan hukum seperti saat ini? Mungkin kita mengingat nama Brahmana Lohgawe, yang meski tidak memberi izin tetapi mengetahui rencana pembunuhan oleh murid sekaligus anak angkatnya.Â
Lalu ayah angkat Ken Arok, Bango Samparan yang tidak sekadar menyetujui tetapi memberi saran kepada Ken Arok untuk memuluskan rencana pembunuhannya. Terakhir, Ken Dedes, istri Tunggul Ametung yang memang sedang terlibat asmara terlarang dengan Ken Arok. Berdasarkan analisa terhadap tokoh yang disebut beserta peranan masing-masing, mungkin kita sudah dapat menyimpulkan siapa sosok yang dapat berperan sebagai Justice Collaborator---sekali lagi andaikan ada penegakan hukum dan penyidikan sebagaimana saat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H