Kecewa mendengar jawaban gurunya, Ken Arok menemui seorang lagi ayah angkatnya, seorang penjudi yang lama tidak pernah ditemuinya bernama Bango Samparan. Ia menceritakan hal yang sama sebagaimana yang ia sampaikan kepada gurunya.Â
Tanpa menunggu jawaban ayah angkatnya, Ken Arok berkata, "Saya ingin jadi raja, Ayah, maksud Saya Tunggul Ametung akan Saya bunuh, istrinya Saja ambil dan Saya minta izin kepada sang pendeta. Kata sang pendeta: "Anakku Angrok, tak dapat seorang brahmana jika memberi izin bagi orang yang mau mengambil istri orang lain, tetapi terserah kepada kemauanmu sendiri. Inilah sebabnya Saya datang kemari, bermaksud minta izin Ayah, akan Saya bunuh akuwu di Tumapel, pasti mati sang akuwu oiehku". Bango Samparan menjawab, "Baiklah kalau begitu, Saya menyetujui jika Engkau mau membunuh Tunggul Ametung dengan keris, tetapi anakku, sang akuwu itu sakti, mungkin tidak terluka kalau ditusuk dengan keris yang tidak sakti. Adalah seorang temanku pandai besi di Desa Lulumbang, bernama Mpu Gandring, keris buatannya sangat sakti, tak ada orang yang dapat melawan kesaktiannja, jika dipakai menusuk pasti berhasil, pakailah buat membunuh Tunggul Ametung". Demikianlah pesan Bango Samparan kepada Ken  Angrok. Berkatalah Ken Angrok: "Saya mohon diri, Ayah, pergi ke Lulumbang."  Â
Selanjutnya siapa orang-orang yang juga disebut dalam rencana pembunuhan Ken Arok? Secara singkat dikisahkan bahwa Ken Arok mengikuti arahan ayah angkatnya memesan keris kepada Mpu Gandring. Tetapi sebelum keris itu sempurna, Ken Arok mengambil paksa kerisnya bahkan menikamkan kepada Mpu Gandring.Â
Sebelum wafat, Mpu Gandring mengeluarkan kutukan, "Buyung Angrok, kelak kamu akan mati oleh keris itu, anak cucumu akan mati karena keris itu juga, tujuh orang raja akan mati karena keris itu." Seakan menyesali perbuatannya, Ken Arok berkata, "Kalau aku menjadi orang, semoga kemuliaanku melimpah, juga kepada anak cucu pandai keris di Lulumbang."
Selanjutnya tersebutlah tentang Kebo Hijo (Kebo Ijo), sahabat Ken Arok sekaligus bersahabat pula dengan Tunggul Ametung. Melihat keris Ken Arok, Kebo Hijo sendiri yang meminta kepada Ken Arok agar dipinjamkan kerisnya. Ia tidak menyadari bahwa ia sedang melemparkan dirinya ke lingkaran setan rencana pembunuhan Ken Arok. Ia bahkan dengan senang memakai keris itu hingga orang-orang di Tumapel menyaksikannya.
Pada suatu malam, Ken Arok mencuri keris itu dari Kebo Hijo. Ia lalu masuk ke peraduan Tunggul Ametung, dan langsung menikamkan kerisnya ke dada korbannya hingga tembus ke jantung. Ken Arok sengaja membiarkan kerisnya tertancap di dada Akuwu Tumapel tersebut.
"Rupanya Kebo Hijolah yang membunuh Tunggul Ametung, karena sesungguhnya kerisnyalah yang tertancap di dadanya akuwu di Tumapel", kata orang Tumapel semua, sebagaimana tertulis dalam Pararaton.Â
Dikisahkan kemudian, Kebo Hijo ditangkap oleh keluarga Tunggul Ametung dan langsung ditikam dengan keris buatan Mpu Gandring yang sebelumnya telah dicabut dari dada mendiang Akuwu Tumapel.Â
Bagaimana dengan Ken Arok? Meski senang karena misi pembunuhannya berhasil, tetapi ia tetap merasa bersalah sebagaimana setelah membunuh Mpu Gandring. Dikisahkan Ken Arok memelihara anak mendiang Kebo Hijo yang sangat sedih dengan kematian ayahnya.
Lalu bagaimana dengan Ken Dedes? Apakah Pararaton secara implisit menyebut bahwa mereka menjalin asmara? Pararaton menuliskan, "Selanjutnya Dewa memang telah menghendaki, bahwasanya Ken Angrok memang sungguh-sungguh menjadi jodoh Ken Dedes, lamalah sudah mereka saling hendak menghendaki, tak ada orang Tumapel yang berani membicarakan semua tingkah laku Ken Angrok, demikian juga semua keluarga Tunggul Ametung diam, tak ada yang berani mengucap apa-apa, akhirnya Ken Angrok kawin dengan Ken Dedes.
Jika demikian, siapakah orang-orang yang saat itu bisa dijadikan saksi atau Justice Collaborator---sekali lagi andaikan ada penegakan hukum seperti saat ini? Mungkin kita mengingat nama Brahmana Lohgawe, yang meski tidak memberi izin tetapi mengetahui rencana pembunuhan oleh murid sekaligus anak angkatnya.Â