Sulit untuk diam membiarkan sejarah berlalu begitu saja. Puji syukur Pilpres telah berlangsung dengan mengesankan dan memberikan banyak pembelajaran. Sungguh Pilpres 2014 ini mencerminkan kualitas masyarakat Indonesia yang makin cerdas dan modern dalam negara demokrasi yang bertumbuh positif. Bagaimana tidak cerdas, akhirnya produk manusia Indonesia seutuhnya yang berhasil terpilih dari sekitar 230 juta penduduk. Fitnah dan sentimen SARA melalui kampanye hitam yang terstruktur, sistematis, dan masif gagal mengubur Jokowi yang genuine dengan sifat dan sikap kerakyatan dalam setiap ucapan dan tindakannya. Bagaimana tidak modern, dunia maya melebur dengan dunia nyata dalam menentukan presiden terpilih sehingga dunia internasional ikut-ikutan terinduksi sensasi Pilpres 2014. Partisipasi rakyat sebagai karakter kuat demokrasi begitu menggelegak memenuhi semua ruang yang ada, kantor, cafe, hotel, warung, taman, kampus, kampung, warnet, tempat parkir, apartemen, komputer, tablet, hape, tv, radio, dan lain sebagainya. Sebuah pesta rakyat yang sesungguhnya.
Banyak kesan mendalam terbentuk dari Pilpres 2014, penuh rasa manis dan pahit, penuh torehan warna pelangi, namun justru ragam dan gradasi perbedaan itu makin menguatkan hakikat kebesaran Indonesia Raya. Komplet sudah ritual Pilpres dijalankan, dari pencapresan yang penuh drama, kampanye yang hingar bingar dan penuh perang psikologi, debat capres yang penuh kejutan, pencoblosan yang penuh keriangan sekaligus perjuangan, quick count yang menyajikan thriller, sampai real count yang berujung penolakan hasil penghitungan KPU. Dipercaya sebagai penentu akhir, Mahkamah Konstitusi bekerja keras menyelesaikan ritual Pilpres. Memang hasil quick count sejalan dengan real count dan keputusan MK, namun jalan di antaranya penuh lubang dan duri. MK telah membuka gerbang istana untuk Presiden dan Wakil Presiden pilihan sebagian besar rakyat Indonesia. Karpet merah telah dibentangkan menunggu langkah-langkah ringan bergegas menapakinya untuk mengupayakan Indonesia yang lebih baik.
Banyak kesan mendalam yang menggugah selama Pilpres 2014. Diantaranya terdapat 8 kesan yang melekat pada ketujuh orang dan satu kelompok band. Entah kenapa, tanpa mengecilkan arti yang lainnya, mereka berikut ini berhasil menerbitkan rasa optimis akan demokrasi yang lebih baik dan masyarakat yang semakin positif menyambut Indonesia baru yang adil dan sejahtera.
Ainun Najib
Nama anak muda Indonesia yang bekerja di Singapore ini melejit di berbagai media ketika bersama rekan-rekannya yakni Felix Halim yang berkarier di kantor pusat Google di Mountain View, AS, dan Andrian Kurniady yang bekerja di Google, Sydney, Australia, membuat website kawalpemilu.org untuk Pilpres 2014 yang diselenggarakan tanggal 9 Juli lalu. Situs ini menghitung suara yang masuk melalui hasil pindai formulir C1 yang dipublikasikan oleh KPU. Dengan transparansi via internet yang dapat diakses dan diikuti oleh semua netizen, maka celah penyelewengan dapat diperkecil seperti penggelembungan suara. Meskipun sebenarnya hackers beraksi untuk memberangus website pengawal Pilpres ini, anak-anak muda itu berhasil meredamnya. Ainun, Felix, dan Andrian memang bertujuan membantu mengawal Pilpres untuk dapat berjalan dengan transparan dan adil. Membanggakan sekali bukan kepedulian terhadap demokrasi dan kefasihan berteknologi muncul dari ketiga tunas bangsa ini?
Sherina
Mantan bintang cilik multi talenta yang memiliki follower Twitter sekitar 7,9 juta ini, juga memiliki kepedulian yang tinggi terhadap Pilpres. Kesan positif dalam diri Sherina menjadikannya semacam trend setter anak muda untuk hal-hal yang bersifat cerdas, modern, dan elegan. Kebingungan atau ketidahtahuan atau ketidakpedulian anak muda terhadap hiruk pikuk politik termasuk Pilpres, mungkin berhasil digoyahkan Sherina. Twit-nya "Udah nggak jamannya anak muda apatis sama negara. Yuk! Saya #AkhirnyaMilihJokowi," melalui akun @sherinasinna, Kamis, 3 Juli 2014, diikuti oleh banyak artis lain dan juga follower-nya. Memang Pilpres 2014 ini tampak sekali partisipasi kaum muda membludak. Kesadaran berdemokrasi secara menggembirakan menjadi modal besar untuk kematangan demokrasi pada masa-masa mendatang.
Slank
Dikenal dekat dengan Jokowi, bersama banyak artis lain dan budayawan, Slank memotori diselenggarakannya Konser Salam 2 Jari, pada hari Sabtu, 5 Juli 2014, di Gelora Bung Karno. Ratusan ribu simpatisan tua muda lintas generasi dari berbagai kalangan tumpah ruah di Gelora kebanggaan Ibukota. Mereka bangga bisa terlibat dalam konser dimana Jokowi menjadi pusat aktivitas. Konser berjalan secara kolosal antara lain berkat panggung raksasa yang diprakarsai oleh Jay Subiyakto, sehingga Jokowi dapat berlari-lari di atasnya menyalami simpatisan. Foto-foto fantastis yang membidik Jokowi dan ratusan ribu simpatisan ini banyak terpampang di media sosial dan internet. Konser akbar ini yang dikabarkan membuat elektabilitas Jokowi re-bound, kembali memimpin dibanding lawan politiknya yang sempat melesat. Jokowi yang merakyat akhirnya berhasil meraih suara terbanyak.
Nusron Wahid
Anggota Komisi VI di DPR RI dari Golkar ini cukup menarik perhatian selama kampanye Pilpres. Ketua Umum Gerakan Pemuda (GP) Ansor yang berafiliasi dengan organisasi agama terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama ini sejak awal menunjukkan keberpihakan pada Jokowi; meskipun ia menyadari Ketua Umum partai telah mendaratkan keberpihakan pada yang lain. Nusron terlihat santai, cerdas dan taktis ketika mewakili Kubu Jokowi melakukan debat di beberapa acara talkshow. Sikapnya yang berseberangan dengan Ketum partai sejalan dengan 2 rekannya yakni Agus Gumiwang dan Poempida Hidayatulloh. Deretan pemimpin muda yang berani berbeda pendapat dalam menyuarakan kebenaran jelas diperlukan pada masa-masa mendatang.
Hanta Yudha
Direktur Eksekutif PolTracking ini menarik perhatian pada saat quick count tengah berlangsung. Ia menolak di-setir pihak lain yang berupaya mempengaruhi hasil kerjanya. Hanta Yudha menyampaikan, hasil hitung cepat yang dilakukan sejatinya mirip dengan lembaga-lembaga survei lainnya, seperti SMRC, Indikator Politik, CSIS-Cyrus, Litbang Kompas, dan Populi. Hanta menuturkan, pada awalnya PolTracking melakukan kontrak dengan TVOne untuk menayangkan hasil quick count, hanya oleh PolTracking. Namun tiba-tiba diberi tahu adanya hasil quick count dari 3 lembaga survei lain, yakni LSN, Puskaptis, dan JSI. Hanta berkeberatan karena tidak sesuai komitmen semula. Pada akhirnya real count menunjukkan hasil quick count PolTracking yang memenangkan Jokowi-JK yang mendekati benar, sementara 3 lembaga survei yang dikontrak TVOne malah cenderung salah. Namun 3 lembaga survei yang salah ini yang dipakai oleh pihak lain sebagai dasar kemenangan.
Refly Harun
Refly merupakan seorang ahli hukum tata negara dan pengamat politik Indonesia. Namanya berkibar karena pernah ditunjuk oleh Mahfud MD sebagai Ketua Tim Anti Mafia Mahkamah Konstitusi; ia mensinyalir adanya mafia hukum di Mahkamah Konstitusi. Kemudian akhir-akhir ini Refly sering menjadi nara sumber terkait pilpres. Bahasanya yang lugas dengan penguasaan hukum dan peraturan yang mantap, menjadikan Refly sering memberikan pencerahan pada acara debat atau talkshow. Penampilan Refly yang segar cukup menjanjikan untuk kedepan, mengingat selama ini ahli hukum identik dengan sesuatu yang berat dan serius.
Saldi Isra
Ahli hukum lainnya berasal dari Universitas Andalas, Padang, adalah Saldi Isra. Pengetahuannya yang dalam mengenai hukum, pembawaanya yang tenang, serta kelugasan dalam penyampaian sering menjadikannya nara sumber untuk permasalahan hukum termasuk Pilpres 2014. Sepertinya ia seorang yang mampu menyampaikan permasalahan sulit secara sederhana sehingga mudah dipahami. Tuntutan Tim Prabowo-Hatta terhadap hasil Pilpres oleh KPU, diibaratkan oleh Saldi Isra seperti halnya menuntut peraturan yang dijalankan tidak benar ketika pertandingan sudah berakhir dan sudah jelas pemenangnya. Mengapa tidak menuntut ketika pertandingan masih berjalan? Penyelenggaraan negara yang rumit membutuhkan orang-orang yang memiliki pengetahuan mendalam sehingga mampu menyampaikan ke publik secara sederhana supaya mudah dimengerti.
Hamdan Zoelva
Mantan pengurus Partai Bulan Bintang yang menjadi Ketua MK periode 2013-2016 dengan menggantikan Akil Mochtar, patut diacungi jempol. Ia tenang dan tegas dalam menyampaikan hasil keputusan MK yang menyudahi perjuangan panjang Pilpres. Meskipun PBB berkoalisi dengan capres nomor 1, namun bukan berarti ia harus memenangkannya. Hamdan Zoelva cukup berwibawa dan berpotensi menjadikan MK kembali disegani sebagai gawang terakhir penjaga keadilan.
Semoga perjalanan panjang Pilpres 2014 dapat membawa pada semangat kerja yang tinggi dari Presiden-Wakil Presiden terpilih, kabinet yang profesional dan berintegritas, serta realisasi pembangunan yang mengutamakan sebesar-besarnya kepentingan rakyat untuk peningkatan kesejahteraan dan keadilan. Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H