Mohon tunggu...
Yodha Haryadi
Yodha Haryadi Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Jakarta citizen that concerns on development for prosperity and better life: \r\n"I love you when you bow in your mosque, kneel in your temple, pray in your church. For you and I are sons of one religion, and it is the spirit." (Gibran)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dibutuhkan Kolaborasi Jokowi, Aher, dan (Atut) Rano

19 Januari 2014   12:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:41 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alam semesta telah tercipta jauh sebelum manusia menghuni bumi. Gunung, hutan, sungai, udara, tanah, dan air mengisi relung-relung bumi. Bumi yang berputar dinamis mengelilingi matahari membuka peluang manusia hidup dan berkembang di atasnya. Manusia berekspedisi memutari bumi dan mengkapling-kapling wilayah daratan dan lautan, serta membuat batasan-batasan. Namun udara dan air serta yang hidup di dalamnya tidak lantas mengikuti batasan yang dibuat, mengalir jauh mengikuti kemana alam membawa. Sifat air mengalir ke tempat yang lebih rendah, mengikuti kontur tanah. Air tidak memilih muncul sebagai mata air di Bogor, berwujud badan sungai melewati lembah di Depok, dan mendekati hilir sepanjang Jakarta untuk menyatu dengan saudara-saudaranya di Laut Jawa.

Meningkatnya volume air terjadi di seluruh penjuru bumi antara lain karena mencairnya es di kutub. Eksploitasi perut bumi, hutan, dan industrialisasi yang masif selama ratusan tahun telah menuai hasilnya sekarang, perubahan iklim. Mungkin bumi semakin tua, semakin perlu dirawat dan dilestarikan. Kurangnya perhatian pada lingkungan sekitar menyokong terjadinya bencana. Hujan deras berhari-harimemicu tanah longsor dan membuat bukit runtuh sekaligus dengan jalan, jembatan, rumah, kendaraan, dan manusia di atasnya; menyebabkan volume air sungai naik dan meluap menenggelamkan pemukiman di sekitarnya dan merusak infrastruktur yang ada.

Pemerintah sebenarnya telah menyadari sifat alam tersebut, sehingga pembagian wilayah sekedar untuk memudahkan pengaturan pemanfaatan dan pemeliharaan alam. Lebih jauh lagi kerjasama sangat penting dilakukan di antara Pemerintah Daerah terutama yang berbatasan wilayah langsung. Terlebih lagi wilayah strategis seperti ibukota negara, Jakarta, memerlukan kerjasama yang lebih intensif dengan Jawa Barat dan Banten. Sebagai megapolitan, Jakarta menjadi tempat utama bekerja para komuter yakni masyarakat yang tinggal di seputar Jakarta seperti Depok, Bogor, Tangerang, namun bekerja di Jakarta. Bisa dikatakan ketika bekerja dari jam 09.00 dampai jam 17.00, maka memanfaatkan fasilitas pelayanan publik seperti halnya warga Jakarta. Infrastruktur dan fasilitas publik misalnya seperti jalan, jembatan, gedung perkantoran, pertokoan, kereta api, bus, dan lainnya. Namun ketika pulang kerja dari jam 17.00 sampai 09.00 merupakan warga dimana mereka tinggal. Memperhatikan hal tersebut, diperlukan kerjasama bahu membahu antar wilayah demi memenuhi kepentingan masyarakat secara layak. Kerjasama tersebut telah diakomodasi dalam UU No. 29 Tahun 2007, tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia, pasal 27, ayat (1).

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Provinsi Banten dengan mengikutsertakan pemerintah kota/kabupaten yang wilayahnya berbatasan langsung untuk lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik serta saling menguntungkan.

Lebih jauh lagi, untuk kepentingan bersama dalam pembangunan antar wilayah, perlu disusun peraturan yang lebih detail. Perpres No. 54 Tahun 2008 mengatur tentang penataan ruang kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur. Pada pasal 8 yakni strategi penataan ruang Kawasan Jabodetabekpunjur merupakan pelaksanaan dari kebijakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 yang meliputi antara lain mendorong terselenggaranya pembangunan kawasan yang dapat menjamin tetap berlangsungnya konservasi air dan tanah, menjamin tersedianya air tanah dan air permukaan, serta menanggulangi banjir dengan mempertimbangkan daya dukung lingkungan yang berkelanjutan dalam pengelolaan kawasan.

Jadi sebenarnya koridor kerjasama kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur untuk mengatasi banjir sudah dipayungi dengan dasar hukum dan peraturan. Kecuali apabila peraturan-peraturan tersebut telah diubah dan diganti sehingga tidak lagi berlaku. Para pimpinan dan kepala daerah Kawasan Jabodetabekpunjur semestinya mempelajari lagi semua perangkat peraturan yang ada dan menerapkan dalam pengambilan kebijakan dan keputusan untuk bekerjasama mengatasi banjir. Permasalahan tidak hanya di Jakarta yang untuk sementara 10.000 – an penduduknya menjadi korban banjir awal 2014 ini, namun juga di Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur. Lempar lemparan permasalahan dan tanggungjawab tidak semestinya terjadi. Alangkah eloknya kalau para pimpinan dan kepala daerah yang terhormat berempati dengan para korban banjir, kemudian tergerak untuk bekerjasama dan berkoordinasi menyelesaikan permasalahan banjir yang sudah berlarut-larut. Alam tidak bisa disalahkan karena sudah bekerja sesuai sistem semesta. Tinggal manusianya, bekerjasama dengan lainnya dalam memanfaatkan dan merawat alam. Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun