Mohon tunggu...
Yodha Haryadi
Yodha Haryadi Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Jakarta citizen that concerns on development for prosperity and better life: \r\n"I love you when you bow in your mosque, kneel in your temple, pray in your church. For you and I are sons of one religion, and it is the spirit." (Gibran)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sst... Apa yang Terjadi Jika Jokowi Kalah?

12 Juni 2014   23:44 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:00 2632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tulisan ini hanya berbagi pemikiran sederhana dari perbincangan penikmat kuliner di warung sekitar Masjid Sunda Kelapa. Namun cukup menggelitik untuk disampaikan, karena dibahas dengan berbagai macam gaya: bercanda, takut, marah, dan sedih.

Investor lari

Paparan visi misi bidang ekonomi Jokowi di Pacific Place minggu lalu yang dihadiri ribuan pengusaha menuai sukses. Bahkan pengusaha sekaligus seniman sekaliber Setiawan Jodhi senang dan berpendapat presentasi Jokowi bagus dan melebihi harapannya. Tampaknya keberhasilan forum tersebut juga klop dengan berita kompas.com hari ini, Deutsche Bank: Prabowo Menang, 56 Persen Investor Jual Aset. Kutipannya antara lain: ... Hasil survei Deutsche Bank yang dilaporkan pada 9 Juni 2014 menunjukkan, jika dalam pilpres nanti pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa memenangi pemilu, maka 56 persen dari investor yang disurvei mengaku akan menjual aset Indonesia. Sedangkan jika pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla menang, maka sebanyak 74 persen investor yang disurvei akan membeli aset Indonesia... Dengan kondisi itu, maka arus dana masuk (inflow) ke Indonesia yang rata-rata 11,4 miliar dollar AS dalam lima tahun terakhir berpotensi untuk keluar jika hasil pemilihan presiden mengecewakan.

Kalau tidak salah, dengan pemahaman umum, apabila Jokowi kalah, investasi di Indonesia sepertinya dapat terganggu. Duh, para pelaku ekonomi ternyata harap-harap cemas menunggu hasil pilpres 9 Juli. Apabila kondisi ekonomi tidak bisa dipertahankan, misalnya harga-harga membumbung tak terkendali, maka kegiatan berjualan dan menikmati makanan di sekitar Masjid Sunkel bisa ikut terganggu. Gawat.

Indonesia sekedar pasar

Mengingat ikon perubahan melekat pada Jokowi-JK dan bukan pada yang lain, maka bisa jadi tidak ada perubahan signifikan dari kondisi sekarang. Artinya impor tetap besar dengan kecintaan pada produk-produk luar negeri; dan tidak ada upaya radikal untuk menggenjot produktivitas pertanian ataupun industri. Meningkatnya jumlah kelas menengah secara masif saat sekarang dan tahun-tahun mendatang hanya dimanfaatkan negara-negara lain sebagai pasar yang menggiurkan. Apalagi tahun depan sudah masuk pasar bebas ASEAN. Termasuk pasar untuk otomotif yang ikut menyumbang kemacetan Jakarta. Kebijakan mobil murah tetap sulit dinikmati oleh keluarga miskin, namun akan menjadi mobil kedua atau ketiga bagi keluarga menengah ke atas. Bisa sebagai kendaraan anaknya untuk sekolah, kuliah, atau magang; untuk istri ikut arisan atau shopping ke mall; dan sebagainya.

Bancakan jabatan menteri kabinet

Beberapa kali Jokowi menyampaikan, kerjasama ramping terjadi karena tidak memaksa atau mengiming-ngimingi dengan kursi pada awal proses koalisi. Namun lebih penting bekerjasama memikirkan upaya menjadikan Indonesia lebih baik. Niat baik ini sedari awal dicemooh dan dihina, tidak mungkin koalisi tanpa bagi-bagi kursi, itu namanya serakah mau berkuasa sendiri. Apabila koalisi tenda besar yang menang, maka jumlah menteri kabinet bisa membesar sesuai janji-janji awal koalisi. Sebagian rakyat yang bertepuk tangan puas jagoannya menang, akan menjadi penonton setia atas sekelompok elite yang sumringah menerima kursi-kursi sesuai janji. Bukankah pemandangan yang tidak berbeda jauh dengan saat ini? Apakah ini yang dikehendaki segenap rakyat?

Penegakan hukum makin lemah

Apabila Jokowi-JK tidak menang, maka yang menang masih menyisakan masalah yang berpotensi menyandera proses penegakan hukum. Entah bagaimana nasib penegakan HAM di Indonesia, juga keadilan bagi semua rakyat. Ketika masalah HAM besar jauh dari upaya penyelesaian, serta pembedaan hukuman antara elite dan rakyat jelas terlihat, apalagi yang dapat diharapkan. Memang semestinya presiden terpilih bersih dari jejak kelam, sehingga penegakan hukum bisa berjalan kuat dan tajam.

Toleransi terhadap kekerasan

Kemerdekaan beragama dan beribadah belum sepenuhnya dimiliki oleh rakyat. Buktinya penutupan tempat ibadah dan penyerangan terhadap sekelompok minoritas masih terjadi. Ketika kelompok yang mempraktekkan kekerasan terhadap masyarakat malah dirangkul dan diberi tempat, maka sulit mengharapkan pencegahan kekerasan di masyarakat.

Poligami mendapat angin

Diskusi penikmat kuliner Sunkel semakin ramai ketika pembahasan menyentuh isu sensitif seperti poligami. Pembicaraan sudah dicegah, karena isu tersebut dikembalikan pada individu. Namun tetap saja meluncur pembahasan garing. Jokowi dan JK memiliki rumah tangga yang baik dan cukup dengan satu istri. Lha yang lainnya didukung para lelaki yang tidak sungkan berpoligami? Apakah tidak akan berpengaruh? Mungkin tidak. Ada yang berujar, “Coba bayangin kalau anak perempuanmu menangis, karena suaminya menikah lagi? Apakah kamu diam saja?”

Hilang kesempatan punya pimpinan kelas dunia

The City Mayors Foundation yang bermarkas di London, tahun 2012, menetapkan Jokowi sebagai walikota terbaik dunia nomor 3. Majalah Fortune Edisi April 2014, menempatkan Jokowi sebagai salah satu dari 50 pemimpin besar dunia. Majalah dan koran internasional baik cetak maupun on-line sering memunculkan Jokowi dalam halaman-halamannya. Kalau memang tidak bisa menang pada pilpres Juli 2014 nanti, mungkin yang rugi paling besar bukan Jokowi, namun rakyat Indonesia. Rakyat akan kehilangan kesempatan dipimpin oleh pimpinan yang diakui dunia. Kalau bagi Jokowi, pulang ke Solo dan menjadi pengusaha mebel tidak masalah. Putra terbaik dengan sifat dan sikap terpuji, pemikiran cemerlang, penuh prestasi, pendekatan kemanusiaan, dan suka bekerja kreatif dan keras, dimanapun berkarya di muka bumi akan disambut dengan suka cita dan damai.

Obrolan warung terhenti, masing-masing terdiam dan merenung. Untung belum tanggal 9 Juli, masih ada harapan untuk ikut serta menentukan pemimpin yang dapat mewujudkan Indonesia yang adil, makmur, dan damai. Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun