Meriahnya obrolan Piala Dunia 2014 beriringan dengan pecahnya pembicaraan Pilpres 2014. Piala Dunia di Brazil dan Pilpres di Indonesia, namun kedua peristiwa besar menyatu ramai di internet atau dunia maya. Sentuhan drama mewarnai piala dunia dan juga pilpres, pemerhati keduanya seolah-olah menyaksikan thriller, kejutan demi kejutan beruntun seperti tanpa jeda. Tontonan piala dunia sebagai intermezzo untuk pilpres yang tak lama lagi menggapai hari penentuan 9 Juli 2014.
Debat capres
Sepertinya dalam perjalanan sejarah Indonesia sejak merdeka tahun 1945, baru periode ini pilpres menebarkan semangat demokrasi yang luar biasa. Tidak pernah sebelumnya keasyikan dan kekhusukan menonton piala dunia bisa disaingi dengan memelototi debat capres melalui TV. Swear! Sebelumnya kampanye presiden lumayan membosankan, pidato garing dan joget melayu. Paling tidak itu yang terekam di kepala. Namun debat capres saat ini bisa membuat pemilik hak pilih tidak sabar menantikan jadual live di TV. Begitu menyimak kedatangan kedua capres di lokasi, kegiatan lain seolah terhenti. Bahkan setiap jeda iklan dimanfaatkan untuk sekedar ke kamar kecil atau membuka kulkas meraih makanan kecil atau minuman ringan. Jangan sampai setiap kata yang terucap oleh kedua capres dan moderator terlewatkan. Kalau perlu direkam baik tertulis atau elektronik. Hahaha... katanya sih buat modal menulis di media sosial atau sekedar nimbrung ngobrol di warung kopi atau malah di kafe.
Kalau melihat hasil survei-survei yang dipaparkan, jumlah yang belum menentukan pilihan termasuk golput lumayan besar, sering di atas 20%. Segenap pemilih yang belum menentukan pilihan ini disebut sebagai swing voters. Debat capres dianggap sebagai salah satu faktor yang dapat mengubah swing voters menjadi memilih salah satu capres. Mencermati lebih dalam, materi debat capres digali dari visi misi yang telah disampaikan secara resmi kepada KPU. Penyusunan visi misi sepertinya merupakan hasil kerja kolektif dari unsur gabungan parpol, para ahli, capres-cawapres, dan lainnya. Ketika debat capres, persiapan yang dilakukan juga bentuk kerja kolektif seperti proses konsultatif, pendalaman, elaborasi, dan simulasi. Baru pada saat debat, capres mengembangkan kreativitas sesuai dengan rekam jejak dan karakter. Capres yang tidak memiliki pengalaman memimpin suatu wilayah dengan segala problematika yang dihadapi, maka cenderung menyampaikan gagasan-gagasan besar tanpa latar belakang riil eksekusi program dan kegiatan serta penanganan masalah. Berbeda dengan capres yang telah teruji dengan pencarian solusi untuk permasalahan yang pernah ditangani dalam wilayah yang dipimpinnya; semua yang disampaikan konkret berdasarkan pengalaman dan pembelajaran untuk penanganan masalah pada masa mendatang.
Sebenarnya ketika capres mendapatkan suara terbanyak sehingga rakyat memberikan amanah sebagai presiden, ia tidaklah masuk ke dalam ruang kosong. Ia tidak harus mengisi ruang kosong dengan perabot baru dan pegawai baru. Namun bisa saja ia memperbaiki perabot yang ada sambil menempatkan perabot baru yang dibutuhkan, juga mempekerjakan kembali pegawai yang ada sambil merekrut pegawai baru yang dibutuhkan. Ia juga tidak harus menyusun peraturan baru, namun cukup memperbaiki peraturan yang ada. Kalau toh mendesak untuk menyusun peraturan baru, itu karena kebutuhan dan menyesuaikan dengan perubahan situasi dan kondisi secara dinamis.
Rekam jejak dan karakter
Tidak semua capres memiliki rekam jejak sebagai kepala daerah. Kabupaten/kota atau provinsi merupakan bentuk mini dari sebuah negara, bahkan pada zaman sebelum masehi Athena merupakan suatu bentuk negara kota. Sehingga ketika seorang kepala daerah menjadi presiden sebuah negara, sense to govern, naluri untuk memimpin suatu pemerintahan secara alami telah terbentuk. Negara sejatinya replikasi dari wilayah yang lebih kecil dengan komplikasi yang lebih besar. Kalau yang muncul ke permukaan sebentuk keyakinan, itu bukanlah kesombongan melainkan kepercayaan diri karena tempaan sebelumnya.
Karakter tidak bisa bohong. Dalam kondisi terdesak, karakter seseorang akan menampakkan wujud aslinya. Sebagai pimpinan tertinggi negara, presiden sering dihadapkan pada kondisi terdesak; dalam waktu yang singkat dengan informasi terbatas, namun harus mengambil keputusan. Karakter yang tenang akan membantu pada penemuan solusi yang produktif, sebaliknya karakter temperamental bisa menggiring pada sikap kontraproduktif.
Eksekusi program dan kegiatan
Apabila pernah bekerja pada kementerian/lembaga pemerintah, maka akan menemukan banyak sekali sumber daya manusia yang berkualitas. Dengan kata lain, banyak pegawai pemerintah yang berpendidikan tinggi dan berpengalaman namun tidak bisa optimal dalam bekerja. Sistem birokrasi memang perlu terus menerus untuk diperbaiki. Untuk itu reformasi birokrasi adalah harga mati. SDM yang berkualitas ini telah melakukan banyak sekali kajian atau studi mengenai kegiatan dan program pembangunan hampir pada semua sektor. Rekomendasi yang dihasilkan bahkan blueprint dari studi ini sudah banyak dan rata-rata bagus. Namun pelaksanaan dari rekomendasi atau blueprint ini yang memerlukan keuletan untuk sampai pada proses pelaksanaan atau eksekusi. Mau apa tidak melaksanakan rekomendasi dari pimpinan sebelumnya? Bukankah lebih bergengsi studi sendiri, rekomendasi sendiri, dan eksekusi sendiri? Mungkin pertanyaan-pertanyaan semacam itu yang menyebabkan studi sebatas studi, sementara eksekusi adalah hal yang lain. Karena tidak mudah untuk eksekusi, pimpinan harus menyiapkan rencana kegiatan dan anggaran serta persetujuan dari atasan serta masuk ke dalam sistem dan mekanisme yang dibingkai dalam hukum dan peraturan. Eksekusi dan keberhasilan memerlukan keuletan dan kecerdasan dalam memanfaatkan semua potensi sumber daya.
Sebagai eksekutif, presiden pelaksana mandat dari rakyat seluruh Indonesia. Dengan cakupan wilayah Sabang-Merauke, dibutuhkan kelincahan seorang Presiden untuk memastikan semua wilayah dan seluruh rakyat mendapat pelayanan yang setara. Penting bagi seorang presiden menginspirasi semua jajarannya untuk memberikan pelayanan optimal sehingga rakyat di seluruh wilayah Indonesia menjadi sejahtera, adil, dan makmur.
Memilih presiden bukanlah mencari manusia sempurna, karena tidak ada manusia yang sempurna. Ketika Drupadi berdoa untuk mendapatkan suami sempurna ia kurang lebih menyebutkan 5 sifat baik manusia. Tuhan mengabulkan doa Drupadi mendapatkan suami sempurna dengan 5 sifat baik. Sayang kelima sifat baik itu masing-masing dimiliki oleh 5 orang baik yang merupakan adik kakak pandawa lima, maka jadilah Drupadi suami dari kelimanya. Pesan kisah Drupadi jelas, tidak ada manusia yang sempurna. Demikian pula tidak ada capres yang sempurna selama ia masih manusia. Kekurangan ataupun kesalahan adalah wajar, jangan menjadikan ia dihina dan dilecehkan sedemikian rupa. Selamat memilih presiden idaman, bukan presiden sempurna. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H