Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Tulisan Diterjemahkan dalam Bahasa Asing

5 Februari 2014   01:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:09 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya tidak mengetahui secara pasti (belum saya survey sendiri tetapi jangan sampailah saya terpaksa mengemis datanya pada Denny J.A.), adakah manusia yang selama hidupnya sama sekali tidak pernah berkhayal. Soal khayalan yang muskil ataukah gampang digapai, masing-masing manusia sah-sah saja memiliki atau menginginkannya. Soal dinyatakan ataukah hanya terpendam dalam keinginan hingga dimakamkan, juga sah-sah saja dilakukan. Apakah kelak, ketika terwujud, khayalan itu bermanfaat ataukah malah mudarat, tentu saja kembali kepada si penghayal dan manusia lain yang akan bersinggungan langsung dengan hasil khayalan tersebut.

Mengenai khayalan, yang kemudian saya tulis ini, boleh-boleh saja dicurigai bahkan divonis sebagai pembelaan diri (pledoi) saya dalam tulis-menulis. Langsung saja, bahwa saya selalu berkhayal bahwa suatu waktu kelak sebagian tulisan saya ada yang diterjemahkan dalam bahasa asing (Inggris, Perancis, Jerman, Belanda, Italia, Arab, dll.), atau bahasa Jawa, Sunda, Batak, Bali, Manado, Bugis, Ambon, Kupang, Papua, dll., dan dibukukan.

Terlalu muluk-meliuk karena ‘emangnye siape gue’ bahkan Anda langsung tertawa terbahak-bahak sampai terguling-guling? Namanya juga khayalan Sang Penghayal, masak sih tidak boleh muluk-meliuk? Bukankah Anda pun boleh langsung tertawa terbahak-bahak sampai terguling-guling?

Terus terang, Anda memang boleh langsung tertawa terbahak-bahak sampai terguling-guling ketika membaca khayalan saya ini. Saya tidak akan melarang Anda menanggapinya secara lebay begitu, dan tentunya Anda pun tidak sudi saya larang (emangnye siape gue dan siape elu, pan?). Makanya, berilah kesempatan pada saya untuk mengungkapkan khayalan saya, dan saya akan selalu berusaha keras menulis apa pun hingga kelak ada ‘orang asing’ yang mendadak jatuh minat pada sebagian tulisan saya.

Mengapa saya berkhayal bahwa suatu waktu kelak sebagian tulisan saya ada yang diterjemahkan dalam bahasa asing? Apa menariknya bagi ‘orang asing’ itu sehingga ‘nekat’ melakukannya?

Begini. Memang, saya akui dan sadari, seluruh tulisan saya sama sekali belumlah memiliki mutu yang memadai, karakter yang kuat, yang memiliki daya beda dan dobrakan budaya sebagaimana harapan dan igauan banyak budayawan kelas dunia. Mutu tulisan saya masih di bawah standar rata-rata. Isi tulisan saya belum memiliki daya dobrak. Karakter tulisan saya masih jauh dari ‘gaya baru’ (kayak kereta api “Gaya Baru” saja!).

Dengan kesadaran diri inilah saya selalu terpicu untuk selalu menulis. Saya mencoba untuk tidak peduli (pakai kacamata kuda tapi bukan kuda lumping) terhadap apa pun tanggapan negatif para pembaca, termasuk, maaf, Anda. Sebab, 1) saya bukanlah jongos para pembaca, apalagi, maaf, Anda; 2) saya adalah saya, para pembaca adalah para pembaca, ataupun Anda adalah Anda (mungkin nama Anda sebenarnya adalah Andi).

Dengan keterpicuan ini pun saya harus konsisten mendayagunakan pemikiran saya, bahkan biarpun hingga botak begini mengenaskan sekalipun. Saya sudah telanjur menceburkan diri, sebaiknya saya pun berenang ke tengah samudera tulisan, dan menyelam hingga mendapatkan harta karun (kalau dalam kartun disebut harta kartun). Kalau hanya mencebur lantas mentas (kembali ke daratan), mendingan saya tidak pernah mencebur atau berbasah-basah dalam samudera tulis-menulis, alias mending saya tetap menggambar dan tersenyum lebar melihat para penulis yang setengah hati lantas pensiun dini sebagai penulis.

Dengan mendayagunakan pemikiran saya karena telanjur menceburkan diri, serta-merta saya harus memperhatikan kaidah-kaidah tertentu. Sebab, kalau saya berharap suatu saat kelak sebagian tulisan saya menarik perhatian ‘orang asing’ (yang ‘nekat’ tadi) lantas diterjemahkannya dalam bahasa asing sekaligus dibukukan, paling tidak, tulisan-tulisan saya harus memenuhi atau lumayan sesuai dengan kaidah dalam tata bahasa (gramatika) Indonesia. Bagaimana ‘orang asing’ tadi tertarik apabila tulisan-tulisan saya sangat sulit diterjemahkannya lantaran tata bahasa tulisan saya kacau-balau, semisal hal paling sepele sedunia adalah tidak bisa membedakan “di” dalam tulisan.

Baiklah, mungkin belum sampai ke matabaca ‘orang asing’ tadi. Yang termudah adalah Anda saja, yang terlebih dulu membaca tulisan-tulisan saya. Selama ini Anda yang terlebih dulu bahkan ‘terpaksa’ membaca tulisan-tulisan saya, meski saya sama sekali tidak mengetahui seberapa lebar-panjang-tinggi mulut Anda tertawa dan seberapa parah Anda terguling-guling (apakah sampai harus diangkut ke UGD/IGD dalam kondisi kritis?). Paling tidak, saya menghargai posisi (keberadaan) Anda sebagai ‘korban’ pertama dalam publisitas tulisan-tulisan saya.

Jujur saja. Tidak jarang saya khawatir bahwa tulisan saya justru mencelakai Anda begitu rupa (karena mengakibatkan Anda terguling-guling hingga kritis). Ya itu, belum juga sampai pada matabaca ‘orang asing’ tadi, malah Anda langsung tertawa terbahak-bahak sampai terguling-guling ketika membaca tulisan saya yang, menurut boros (kalau hemat, itu sudah jamak) Anda, betapa acak-acakan secara gramatikal. Tentu saja tertawa hingga tergulingnya Anda cenderung merupakan alamat buruk bagi khayalan muluk-meliuk saya.

Dengan adanya kekhawatiran ini saya selalu berusaha sekeras-kerasnya, berikut teliti dalam setiap kata dan kalimat, untuk bisa membuat tulisan yang memiliki mutu tertentu, isi bercita rasa, dan karakter khas seorang Gus Noy. Jangan sampai Anda tiba-tiba memvonis lantas menyebarkannya ke seantero dunia melalui aneka media bahwasannya tulisan-tulisan saya tidak layak dibaca oleh ‘orang asing’ apalagi sampai ‘nekat’ diterjemahkan sekaligus dibukukan.

Akan tetapi, maaf yang sebesar-besarnya segala gunung di seluruh penjuru dunia, saya harus tetap konsisten dan konsekuen pada pilihan saya dalam hidup untuk menekuni tulis-menulis, sekalipun Anda tidak pernah membuat secangkir kopi untuk saya tapi malah menghakimi tulisan saya sebagai “bencana budaya dunia tulis-menulis”. Egoiskah saya?

Serterahlah. Kalau saya harus selalu memikirkan pemikiran Anda sekaligus menghidupkan kekhawatiran dalam diri saya sendiri, lha kapan saya bisa berkhayal bahkan menulis dengan merdeka seutuhnya? Berkhayal dan menulis saja masih harus mendapat persetujuan (sesuai dengan selera) Anda, ‘emangye siape elu’ dan ‘siape gue’. Oleh sebab itu, mohon bacalah kembali paragraf pertama di atas agar benar-benar tidak berdampak buruk bagi kesehatan Anda (lantaran terguling-guling sampai kritis di ruang UGD/IGD) gara-gara tulisan berisi khayalan saya ini.

*******

Balikpapan, 05 Februari 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun