Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mencari Kartini Sejati Masa Kini

21 April 2016   17:52 Diperbarui: 23 April 2016   03:44 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

21 April diperingati sebagai Hari Kartini setelah pada 2 Mei 1964 Presiden Soekarno menetapkan Raden Ajeng Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional melalui surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964 tertanggal 2 Mei 1964 sekaligus menetapkan hari lahirnya, 21 April, untuk diperingati. Sampai 21 April 2016 ini sebagian wanita Indonesia ‘ingin’ menjadi generasi penerus Kartini.

Peringatan Hari Kartini dikenal sejak masa SD melalui kegiatan seputar ke-Kartini-an. Sejak masa itu tidak sedikit perempuan ‘ingin’ seperti Kartini. Di luar bangku pendidikan formal, juga ada kegiatan ber-Kartini, dengan lomba ini-itu. Sebagian pun mengangkat beberapa sosok wanita sebagai “Kartini Masa Kini” dengan kriteria-kriteria tertentu.

Kartini, yang terkenal dengan pendidikan dan kegiatan tulis-menulis (surat-menyurat ketika itu), memang kini, sejak era teknologi internet, banyak sekali wanita yang memiliki ‘kemiripan’. Berpendidikan tinggi, berkarier bagus, gemar tulis-menulis, dan seterusnya. Barangkali, kalau ada Lomba Kartini Nasional dengan hadiah menggiurkan, jumlah pesertanya bisa membludak.

Baiklah jika memang demikian, dan menyandang gelar “Kartini Nasional 2016”, “Kartini Nasional 2017”, dan seterusnya setelah sesuai dengan kriteria-kriteria yang ada. Tentunya bisa menjadi kebanggaan tingkat nasional karena bersaing dengan jutaan wanita se-Indonesia.

Akan tetapi, bagaimana kalau kriteria menjadi “Kartini Nasional Masa Kini” juga sesuai dengan kriteria lainnya, paling tidak, ada empat? Apa itu “kriteria lainnya”?

Pertama, dari golongan bangsawan, atau dari golongan keluarga pejabat daerah, karena R.A. Kartini berasal dari golongan itu.

Kedua, menikah karena “disuruh” atau “dijodohkan” oleh orangtua.

Ketiga, menikah dengan pejabat nomor 1 di suatu daerah, minimal kabupaten.

Keempat, pejabat itu sudah memiliki tiga istri atau sudah tiga kali menikah.

Empat itu saja tambahan kriterianya sebagaimana sebuah nukilan tulisan “Oleh orangtuanya, Kartini disuruh menikah dengan Bupati Rembang K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang sudah pernah memiliki tiga istri; Kartini menikah pada 12 November 1903”.

Nah, kira-kira, bagaimana situasi persaingan untuk lomba Kartini apabila keempat kriteria tadi menjadi suatu yang wajib agar benar-benar tepat mendapat gelar “Kartini Nasional”? Apakah pesertanya tetap membludak?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun