Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Harmonisasi Keluarga dari Kondisi Kesehatan Anjing Kami

4 Maret 2020   14:03 Diperbarui: 4 Maret 2020   16:41 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kembali pada anjing kami yang tadi sedang mengalami suatu penyakit. Istri saya mengeluarkan anjing untuk diperiksa oleh sang dokter. Saya sendiri terkejut ketika melihat sebuah benjolan yang menggantung di area puting anjing kami.

Saya dan istri tidak heran setelah sang dokter memvonis bahwa benjolan tersebut adalah tumor, dan harus dioperasi. Hanya saja, istri agak khawatir mengenai biayanya.

Sekian juta rupiah. Begitu harga awal yang disodorkan oleh sang dokter hewan. Istri agak kebingungan, karena biaya yang terbilang besar baginya.

Meskipun bingung, istri tidak bisa berbuat apa-apa, selain mempertahankan kesehatan (kehidupan) anjing betina kami yang lebih lima tahun bersama kami. Istri pun menyanggupi, lalu sang dokter pulang.

Sepulangnya dokter hewan, saya diajak berembug mengenai biaya operasi nanti. Wajarlah, karena saya memiliki cukup uang yang sudah saya pasrahkan dalam tabungan istri saya, selain kewajaran hubungan suami-istri.

Di samping itu, prinsip saya adalah hubungan antarmanusia lebih penting daripada mempertahankan uang lantas menyedihkan pasangan hidup. Memiliki uang bukanlah berarti boleh sewenang-wenang terhadap orang lain, apalagi istri.

Setelah itu, istri menghubungi mamanya, karena berkaitan dengan biaya yang sekian juta. Selanjutnya, saya diajak rembugan lagi, meski saya melihat kedua pelupuk matanya agak membengkak.

Saya sampaikan lagi untuk meyakinkannya dalam tindakan darurat yang tidak boleh menunggu waktu. Kalaupun terpaksa "menguras" tabungan (uang saya), toh, semua itu demi harmonisasi hubungan suami-istri.

Sejak awal saya menyadari bahwa saya menikahinya bukan untuk membuatnya bersedih hati melulu. Keharmonisan itu paling utama setelah mengamini bahwa suka-duka ditanggung berdua dengan janji di depan altar. Aduhai, 'kan?

Jangankan soal uang jutaan untuk kesehatan anjing, lha wong sejak lebih lima tahun ini saya tidak pernah menuntut istri harus masak makanan yang saya sukai. Malahan istri saya kebingungan, saya mau makan apa lagi, selain tomat mentah, timun mentah, dan sebutir apel setiap beberapa hari sekali.

Saya sudah pernah makan makanan enak-lezat. Masa-masa bersama orangtua saya adalah masa paling menyenangkan dalam hal makanan, terlebih jatah sembako dari hak Ibu sebagai karyawan PT Timah pada masa jaya itu. Sudah cukup, 'kan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun