Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Pulang Bekerja pada Malam Hari

3 November 2019   02:05 Diperbarui: 3 November 2019   02:27 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Selama satu minggu bekerja di tempat baru, baru dua kali saya pulang pada malam hari. Dari lokasi sekitar pkl. 20.00 sampai di rumah pada pkl. 21.00-an.

Pulang bekerja pada malam hari merupakan hal yang biasa bagi sebagian orang. Mungkin karena mulai bekerja pada sore hari. Mungkin karena pekerjaan harus selesai dalam satu hari, meskipun dimulai sejak pagi hari. Mungkin karena ada pekerjaan tambahan (lembur).

Pulang bekerja semacam itu pun sepele saja jika kemudi kendaraan dikendalikan oleh orang lain, misalnya sopir, tukang ojek, dan lain-lain. Tentu saja kondisi berbeda dengan orang yang mengemudikan sendiri kendaraannya.  

Bekerja sampai Malam di Suatu Lokasi Proyek
Saya juga mengalaminya (pulang malam) ketika bekerja di lokasi proyek (lapangan). Ada tuntutan pekerjaan di lokasi yang memang tidak bisa ditinggalkan, meskipun pulang hingga larut malam, bahkan dini hari.

Pulang pada dini hari saya alami seusai pengecoran lantai tiga sebuah bangunan rumah sakit swasta di Balikpapan, Kalimantan Timur. Hanya saja ketika itu jarak lokasi-rumah sekitar 1,5 km.

Di daerah lain, semisal di Kupang, NTT, juga begitu, meski jarak antara tempat tinggal-lokasi sekitar 11-12 km. Tidak ada tuntutan pekerjaan secara teknis hingga melebihi pkl. 17.00, tetapi saya merasa perlu bersosialisasi dengan tetangga sekitar lokasi.

Selain bersosialisasi dan tuntutan pekerjaan (pengecoran), pulang pada malam hari juga saya lakukan ketika menangani sebuah proyek "pelat merah" di Koba, Bangka Tengah, yang berjarak sekitar 3 km dari tempat tinggal sementara saya. Hal pulang malam itu saya lakukan karena saya dan mandor membicarakan pekerjaan dan segala yang terkait untuk keesokan atau kesekian harinya.

Sekarang saya tinggal di Cibubur, meski di rumah kosong milik seorang kawan. Kecuali Minggu alias libur, saya menempuh perjalanan sekitar 22 kilometer dari tempat tinggal ke lokasi pekerjaan (lapangan).

Saya menunggang motor matik (kepunyaan kawan) yang berkapasitas mesin 155 cc. Waktu tempuh berkisar antara setengah hingga satu jam.

Waktu tempuh itu berarti bahwa situasi di jalan tidak terlalu macet, khususnya di luar jam sibuk. Akan tetapi, di pinggiran Ibu Kota ini malam hari atau pkl. 20.00-21.00 termasuk jam sibuk, khususnya sibuk belanja di sebuah pusat perbelanjaan raksasa, perjalanan keluarga, atau jalan-jalan bagi sebagian warganya.

Entahlah kalau malam Minggu, atau musim banjir. Saya belum mengalaminya. Pada 2006-2009 di Jakarta Barat, sih, jelas saya mengalaminya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun