Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kesadaran Bersama dalam Suatu Situasi Krusial

23 Oktober 2019   12:25 Diperbarui: 23 Oktober 2019   12:35 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saya menuliskan ini ketika situasi sudah benar-benar kondusif. Informasi, entah faktual ataupun fiktif-hoaks, berseliweran di sekitar saya, tetapi kondusivitas situasional dalam realitas dinamika berbangsa-bernegara tetap menjadi prioritas harapan saya.

Eh, sebenarnya saya mau menulis apa, sih?

Peristiwa Penajam 16 Oktober
Sekadar mengudar pemikiran saja tentang kabar yang belum lama ini terjadi di wilayah "tetangga". Itu, lho, salah satunya pernah diangkat Kompas dengan berita berjudul "Kerusuhan di Pelabuhan Feri Calon Ibu Kota Negara, 158 Bangunan Terbakar dan 322 KK Mengungsi" (17/10).

Memang, pemikiran saya terlambat untuk saya tampilkan dalam wujud tulisan. Memang, tulisan ini terhitung "kedaluarsa". Akan tetapi, ya, tidak apa-apa-lah.

Saya pulang ke Balikpapan pada 10/10. Peristiwa diawali dengan "anu" di Penajam Paser Utara (PPU) pada 9/10, pelakunya ditangkap di Balikpapan pada 10/10, dan seterusnya hingga begitulah pada 16/10 di sekitar pelabuhan sana.

16, 17, atau 18 Oktober saya diam saja. Selain karena beberapa kali diskusi dengan kawan-kawan di Kota Minyak mengenai kegiatan tulis-menulis dan regenerasi penulis, saya tidak mau menulis apa-apa mengenai itu sebelum situasi benar-benar terkendali (kondusif). Kebetulan di lingkungan tempat tinggal saya terdapat keluarga yang kedatangan "pengungsi" (saudara mereka).

Dan, terus terang saja, RT kami dihuni oleh beragam etnis-suku. Tidak pernah terdengar adanya klaim-klaim seputar komposisi latar etnis-suku di antara tetangga. Perayaan 17 Agustusan selalu disambut dengan antusiasme warga. 

Kesadaran Bersama
Peristiwa "Sampit 18 Februari 2001" merupakan ingatan sekaligus peringatan bagi warga di luar Kalteng mengenai kehidupan sosial dan problematika, baik awal maupun pasca-peristiwa. Tidak terkecuali hal itu pun menjadi sebuah kesadaran bagi banyak warga di Kaltim, khususnya sekitar Balikpapan dan PPU.

Kesadaran paling utama adalah asimilasi (penikahan campuran) yang sudah berlangsung selama ratusan tahun. Dengan adanya asimilasi itu, kekeluargaan menjadi perekat kebersamaan

Menurut saya, kekeluargaan dari produk asimilasi masyarakat selama ratusan tahun itu justru andil besar dalam kesadaran bersama untuk saling menahan diri, dan kepentingan bersama tetap menjadi prioritas.    

Peristiwa Sampit menjadi kesadaran berikutnya bagi masyarakat Balikpapan dan PPU bahwa persoalan hukum, keadilan, dan kemanusiaan tetap paling penting. Ketika peristiwa terjadi dalam lingkup segelintir orang, ya, tidak boleh orang lain (yang tidak terlibat) akhirnya menjadi korban.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun