30 September adalah akhir dari masa tugas Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia periode 2014-2019. Beberapa sidang paripurna telah dilakukan, dan produk-produknya telah dikeluarkan. Kontroversial pun dihasilkannya, lengkap dengan beragam gerakan massa beserta tumpahan darah di sebagian wilayah Nusantara.
30 September adalah sebuah gerakan "pengkhianatan" yang gagal terhadap ideologi negara pada 1965. Rapat-rapat dewan jenderal berujung kudeta yang berlumuran darah, dan sebagian penggeraknya mendapat hukuman maksimal. Kotroversial pun muncul ke permukaan sejak Reformasi 1998 hingga entah kapan nanti.
30 September, mungkin, merupakan sebuah tanggal yang tidak luput dari aneka kontroversi dalam sejarah perjalanan bangsa hingga hari ini. Ideologi "Pancasila" yang sudah final pada 1945 pun masih menjadi sebuah pertaruhan dan pertarungan sekian kelompok massa, terkhusus pada pengusung "khilafah" di beberapa daerah saja, dalam usia Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kini 74 tahun.
30 September pun, mungkin, sebuah realitas anomalis bagi sebuah bangsa-negara yang berusia 74 tahun, tetapi masih saja menggeliatnya segelintir elite oligarkis-udelogis*, dan gerakan anti-ideologi mapan yang cenderung mengorbankan kepentingan bangsa yang berisi lebih 250 juta jiwa, dan mengancam kesatuan-persatuan bangsa.
30 September memang hanya sebuah angka dalam masa satu tahun kalender. Jejak-jejak perjalanan bersama bisa menjadi tonggak-tonggak sejarah yang ideologis atau justru selalu dinafikkan oleh kalangan lainnya yang berkepentingan parsial sekaligus udelogis.
*******
Kupang, 29 September 2019
*) Udelogis adalah sebuah logika yang berpusat pada kepentingan udel (pusar) dan sekitarnya. Udelogis ini menghasilkan "Udelisme" yang mana faham ini menjadikan udel sebagai pusat kepentingan dari semua kegiatan (aktivitas) dalam hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H