Kabar yang cukup mengecewakan saya datang dari lapangan bulutangkis (badminton). 2019 merupakan tahun terakhir penyelenggaraan Audisi Umum Djarum Beasiswa Bulutangkis di Perkumpulan Bulutangkis (PB) Djarum.
Kabar tersebut disampaikan oleh Program Director Bakti Olahraga Djarum Foundation Yoppy Rasimin di Hotel Aston, Purwokerto, Jawa Tengah, Sabtu (7/9) atau sehari sebelum dimulainya Audisi Umum 2019 pada Minggu (8/9). Itu berarti bahwa tahun depan (2020) audisi umum sudah tidak mereka selenggarakan lagi.
"Kemudian pada audisi kali ini juga, saya sampaikan sebagai ajang untuk pamit sementara waktu, karena di tahun 2020 kami memutuskan untuk menghentikan audisi umum. Memang ini disayangkan banyak pihak, tetapi demi kebaikan bersama kami hentikan dulu, biar reda dulu, dan masing-masing pihak agar bisa berpikir dengan baik," ungkap Yoppy.
Persoalannya bukanlah karena PB Djarum bangkrut, kurangnya peminat bulutangkis, habisnya lapangan bulutangkis untuk proyek perumahan, atau aksi anarkis para pendukung (supporter) tim bulutangkis di Indonesia. Akan tetapi, dampak serius dari polemik yang dilakukan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
"KPAI menuding PB Djarum mengeksploitasi anak lewat audisi bulu tangkis demi promosi merek dagangnya, yang mana PB Djarum adalah salah satu produsen rokok ternama di Indonesia," tulis sebuah media daring.
KPAI dan Peraturan Pemerintah
Pada Kamis, 1/8, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melakukan rapat koordinasi lintas kementerian di Kantor KPAI, Jakarta. Rapat koordinasi tersebut melibatkan Kemenko PMK, Bappenas, Kemenkes, Kemenpora, dan BPOM.
Usai rapat tersebut, mereka sepakat bahwa Audisi Umum Djarum Beasiswa Bulu Tangkis merupakan kegiatan yang mengeksploitasi anak dengan melibatkan citra merek Djarum sebagai perusahaan rokok. KPAI menganggap itu sebagai eksploitasi anak dengan mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor (PP) 109 Tahun 2012 tentang "Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan."
Pada PP 109, terutama Pasal 47, menyatakan bahwa "Setiap penyelenggaraan kegiatan yang disponsori produk tembakau dan atau bertujuan untuk mempromosikan produk tembakau dilarang mengikutsertakan anak di bawah usia 18 tahun."
PB Djarum dalam Ingatan Saya
Nama PB Djarum yang didirikan pada 1969 itu saya dengar pertama kali dari saudara-saudara saya. Menjelang 1980 saudara-saudara saya datang dari Jawa, tepatnya Sragen, Jawa Tengah. Sebagian dari mereka adalah pebulutangkis dari sebuah klub, termasuk pernah di sebuah klub terkenal di Jakarta.
Kesan pada nama klub legendaris yang tertancap dalam ingatan kanak-kanak saya itu sama sekali tidak beraroma "tembakau". Saudara-saudara saya hanya mengisahkan mengenai nama klub beserta aktivitasnya meregenerasi pebulutangkis.
Pada masa itu sedang berjayanya Liem Swie King di akhir era Rudi Hartono. Setiap pagelaran pertandingan bulutangkis disiarkan secara langsung oleh TVRI, kami selalu setia menyaksikan aksi si King Smes, termasuk ketika melawan pebulutangkis India Prakash Padukone yang melegenda sekaligus diplesetkan oleh orang-orang dengan "Perkakas Pak Dukun".