"Halo?"
"Sudah makan, belum?"
"Sebentar lagi."
"Di mana?"
"Di warung dekat proyek ini."
"Ada, ya?"
"Ada. Hampir tiap hari aku makan di situ."
"Hati-hati, nanti jatuh cinta dengan orang-orang di warung. Ingat istri dan anak di rumah."
Begitulah obrolan seluler mengenai suatu lokasi (tempat) dan cinta situasional. "Cinta lokasi", istilah yang dikenal oleh kebanyakan orang. Ya, seperti kabar gosip selebritas tentang cinta di lokasi syuting; kabar gosip rekan kantor; kabar gosip percintaan mahasiswa-mahasiswi selama ber-KKN (Kuliah Kerja Nyata); dan seterusnya.
"Witing tresna jalaran seka kulina," pepatah Jawa. Munculnya cinta karena dari keseringan (sering bertemu).
Cinta muncul di warung juga merupakan hal yang biasa. Misalnya antara anak kos dan anak ibu pemilik warung. Ada cinta yang menjadi ikatan pernikahan karena memang jodoh merupakan misteri ilahi.
Ada pula yang cinta sepanjang masa kuliah, lalu putus ketika lulus kuliah. Cinta antara mahasiswa dan dosen atau staf kampus. Dan seterusnya.
Di lokasi proyek pun biasa terjadi "cinta lokasi". Mandor dan pemilik warung. Mandor dan anak pemilik warung. Pekerja bangunan dan anak buah ibu warung. Pekerja bangunan dan penjual makanan-minuman keliling di sekitar proyek. Dan seterusnya.
Pokoknya, cinta sebatas usia proyek. Selesai proyek, ya, selesai jugalah cinta itu. Pindah lokasi proyek, pindah pula cintanya. Tidak ada yang luar biasa, bahkan sampai melahirkan seorang anak juga tidaklah luar biasa bagi sebagian orang proyek atau warung.
"Orang proyek kok dipercaya?" celetuk seorang kontraktor bangunan.
Oh, iyakah? Tapi tidak semuanya begitu, 'kan?Â
Makanya, hati-hati, nanti jatuh cinta di proyek.
*******
Kupang, 20 Juli 2019