Di bawah matahari pkl. 11.00-an WITA pada kemarau Juni Pak Isak menggali tanah untuk sebuah bak penampungan air bersih berkapasitas 7000 liter. Ia mulai menggali sejak tiga hari lalu.
Tanah berisi batu karang adalah kondisi alami di sebagian wilayah Kupang, NTT. Di sana cangkul akan mengalami kesulitan hingga kepahitan tiada tara. Berbeda dengan sebagian permukaan tanah di Jawa, Bangka, Kalimantan,dan lain-lain, dimana cangkul selalu mendapat peran utama dalam penggalian.
Untuk wilayah yang sedang digalinya, yaitu sebuah kawasan perumahan bersubsidi, baru dimulai sejak 2018. Belasan lubang dihasilkan oleh tamatan SMA jurusan A2 (Biologi) sebuah SMA Kristen ini, dan rata-rata untuk kapasitas 7000 liter.
Pekerjaan itu pun, katanya, hanya iseng. Sebelumnya ia bekerja sebagai sopir dengan mengantongi SIM B1. Karena sekian waktu tidak ada panggilan untuk menyopiri sebuah truk bahkan minibus, ia beralih ke penggalian.
Ya, apalah artinya sebuah panggilan yang ditunggu sampai ke rumahnya di dekat pabrik semen "Kupang", Tenau jika kebutuhan keluarga dengan empat anak tidaklah bisa ditunggu-tunggu. Anak sulungnya sudah duduk di bangku SMA, dan bungsu baru berumur satu tahun.
Dengan bekal alat kerja berupa linggis, palu, pahat batu, pembelah batu, dan sekop ia tidak pernah kehabisan konsumen. Selalu saja ada panggilan penggalian, karena hasil kerjanya rapi, dan ia selalu menerima harga negosiasi dengan calon konsumennya.
Tak pelak para penghuninya berlangganan air bersih dari mobil tangki air bersih berkapasitas 5000 liter. Di sana 5000 liter harganya Rp70.000. Dan, mau-tidak mau, rumah mereka harus memiliki bak penampungan air bersih berkapasitas 7000 liter, selain tandon jika menambahi bangunan dengan menara penumpunya.
Untuk jasa penggalian, ia mematok harga Rp2.500.000 per lubang. Sementara sebagian kompetitornya yang berusia jauh lebih muda mematok harga Rp3.000.000 per galian, bahkan Rp6.000.000 dengan pembuatan bak penampung air bersih bawah tanah.
Setiap pekerjaan galian diselesaikannya dalam waktu yang berbeda-beda. Semuanya tergantung pada kandungan batu karang di balik permukaan tanah. Ya, seolah sedang "berjudi" alias "nasib-nasiban".