Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Menyelamatkan Ikan yang Tenggelam di TPA

4 Maret 2019   09:44 Diperbarui: 4 Maret 2019   16:08 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan, sebuah anjungan kayu di belakang sebuah rumah penduduk setempat menjadi tempat memancing (spot) kami. Di sekitar anjungan sekaligus dermaga mungil untuk perahu pemilik rumah itu terlihat beberapa senar bergelantungan, bahkan ada yang masih lengkap dengan timah pemberatnya.

Foto Alfiansyah
Foto Alfiansyah
Makanan dan Minuman
Makanan berupa kue basah dan nasi kuning, serta air mineral sudah dibeli oleh Alfian tadi pagi ketika Vrendy membeli umpan. Cukup meyakin saya bahwa upaya penyelamatan akan menghabiskan waktu cukup lama.

Saya semakin yakin ketika keluarga dekat pemancingan itu pun kemudian seorang bapak mengantarkan tiga cangkir kopi hitam pesanan Alfian. Tiga cangkir kopi diletakkan di atas meja darurat. Aromanya langsung hanyut ke hidung saya karena posisinya tepat di depan saya.

Harga per cangkirnya Rp5.000,00. Tak pelak, suasananya semakin terasa aduhai.

Di samping minuman, ada juga makanan pelarut lapar mendadak. Apa lagi kalau bukan mi instan. Mi instan bisa dipesan pada keluarga itu. Mungkin tikar juga tersedia untuk mengantisipasi pemancing kelelahan sekaligus kekenyangan. Mungkin lho.

Pelaksanaan Misi
Menjalankan misi "menyelamatkan ikan yang tenggelam", tentu saja, harus menggunakan umpan sebab tidak mudah untuk membujuk ikan agar sudi kami selamatkan. Umpan yang kami pakai adalah udang hidup. Ukurannya 8-10 cm. Vrendy membelinya di sekitar pertigaan Jalan Mulawarman dan Jalan Proklamasi.

Alfian dan Vrendy segera melakukannya. Sementara saya masih ingin menikmati pagi dengan kue basah dan secangkir kopi hitam yang asapnya masih mengepul.

Sambaran/tarikan (strike) pertama  terjadi pada joran Vrendy. "Strike, Vren!" teriak saya.

Seekor ikan berhasil "diselamatkan" Vrendy. "Ikan tanda-tanda," kata Alfian. Saya melihat ada tompel hitam dekat ekor ikan itu, yang mungkin namanya menjadi "ikan tanda-tanda".

Semoga menjadi tanda keberuntungan misi ini, harap saya yang masih bergeming dengan secangkir kopi dan kue basah.

Matahari masih terhalang pepohonan mangrove. Seorang nelayan menarik pukat di tengah sungai, lalu meninggalkan lokasi (pulang) dengan perahu kayu bermesin. Beberapa pemancing mulai terlihat di anjungan lainnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun