Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Antara Pesta Demokrasi dan Perang Politik Praktis

2 Maret 2019   00:08 Diperbarui: 2 Maret 2019   23:44 695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pesta demokrasi (Kompas/Handining)

Pesta Demokrasi
Di samping lagu yang masih terngiang-ngiang tadi, saya pun mengingat istilah yang selalu dipakai pada setiap pemilu, yaitu "pesta demokrasi". Bahkan, menjadi semcam doktrin "Pemilu adalah pesta demokrasi".

Ya, pada masa Pemilu 1982 itulah muncul istilah "pesta demokrasi". Istilah tersebut diciptakan oleh Presiden Soeharto dalam pidato Pembukaan Rapat Gubernur/Bupati/Walikota se-Indonesia pada Senin, 23/02/1981.

"Pemilu harus dirasakan sebagai pesta poranya demokrasi, sebagai penggunaan hak demokrasi yang bertanggung jawab, dan sama sekali tidak berubah menjadi sesuatu yang menegangkan dan mencekam," kata presiden ke-2 dari pada Indonesia itu.

Istilah "pesta demokrasi" sebagai julukan Pemilu juga sering dipakai untuk setiap pemilu selanjutnya hingga Pilpres 2019. Paling tidak, Presiden ke-7 RI Joko Widodo mengulangi julukan tersebut dalam pidato Kenegaraan Presiden dalam Rangka HUT ke-73 Proklamasi Kemerdekaan di depan Sidang DPR-DPD, Kamis, 16/08/2018.

"101 pemilihan kepala daerah serentak di tahun 2017, dan 171 pemilihan kepala daerah serentak di tahun 2018 telah berhasil kita laksanakan dengan aman dan damai. Rakyat menyambut pesta demokrasi itu dengan kegembiraan, dengan antusiasme yang tinggi, dan dengan kedewasaan politik yang semakin matang," ucap Jokowi.

Pemilu sebagai Perang
Pemilu, khususnya Pilpres, mendadak berubah julukan bahkan suasana dari pesta menjadi "perang" dimulai pada Pilpres 2014, padahal Pilpres I dan II (2004 dan 2009) sama sekali tidak ada istilah "perang" dalam "pesta demokrasi", dan Grup Slank mengaransemen ulang mars "Pemilu 1970" dengan gaya rock.

Pencetus "perang" sebagai "lawan" dari "pesta"  adalah Prof. DR. Amien Rais (AR) yang ketika itu berada di kubu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Jejak digitalnya masih tersimpan di Kompas.Com dengan judul berita "Amien Rais: Untuk Menang, Pakai Mental di Perang Badar!" (27/05/2014).

Sebagai kaum Muslimin, Amien pun menganjurkan penggunaan mentalitas Perang Badar alih-alih Perang Uhud. "Jadi, kalau mulai maju (niatnya seperti di) Perang Uhud, insya Allah kalah. Kalau (niatnya seperti di) Perang Badar, ini siapa, menterinya siapa, itu nanti, insya Allah kita kali ini dimenangkan," ucap mantan Ketua Umum PAN itu.

Pada Pilpres 2019 genderang "perang" pun ditabuh kembali oleh Neno Warisman melalui puisi "Munajat" dalam acara Munajat 212 di Monas, Jakarta, pada Kamis, 21/02/2019. NW merupakan pendukung kubu Prabowo pada Pilpres 2019, dan sebagian syair puisinya terinspirasi dari doa dalam Perang Badar 17 Ramadan 2 H (13/03/624).

Istilah "perang" diperparah oleh kubu 01 Jokowi --Ma'ruf Amien, yaitu  "Perang Total" dan "Perang Infanteri". Istilah "Perang total" dicetuskan oleh Moeldoko. Moeldoko adalah Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) sekaligus Ketua Harian TKN dari kubu 01.

"Strategi, saat ini kita menyebutnya dengan istilah perang total. Di mana hal-hal yang kita kenali adalah menentukan center of gravity dari sebuah pertempuran itu. Kita sudah memiliki center of gravity itu, sehingga kita tahu harus bagaimana setelah mengenali center of gravity itu," ucap Moeldoko di Gedung High End, Kebon Sirih, Jakarta, Rabu, 13/02/2019.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun