Memang sangat patut diapresiasi setinggi-tingginya, kemenangan sekaligus juara 1 yang diraih oleh Tim Sepakbola U-22 dalam laga Piala ASEAN Football Federation (AFF) 2019 di Olympic Stadium, Phnom Penh, Kamboja, Selasa (26/2/2019). Di final, Indonesia menaklukkan pelanggan juara, yaitu Thailand, dengan skor 2-1.
Sejak kejuaraan tingkat Asean ini digelar pada 1996, Thailand menjadi pelanggan pertama dengan lima kali juara. Singapura menyusul di urutan kedua dengan empat kali juara. Vietnam dan Malaysia di urutan selanjutnya, masing-masing satu kali juara.
Lha, Timnas Indonesia sebelum AFF 2019?
Sejak pertama hingga 2016, Indonesia hanya sampai posisi kedua (runner up). Kalau Thailand lima kali juara I, Indonesia lima kali juara II. Lima kali Timnas Indonesia itu terjadi pada 2000, 2002, 2004, 2010, dan 2016. Tiga kali kalah melawan Thailand (2000, 2002, dan 2016). Satu kalah melawan Malaysia (2010). Satu kali kalah melawan Singapura (2004). Â
Pada 2019 ini Indonesia pun dalam posisi yang sama sekali tidak diunggulkan, apalagi Thailand belum pernah kebobolan. Fase grup, Garuda Muda ditahan imbang oleh Myanmar dan Malaysia. Di laga ketiga fase grup Garuda Muda baru bangkit dengan mengalahkan Kamboja, dan di semifinal mengalahkan Vietnam.
Bagaimana dengan posisi Indonesia di bursa taruhan? Eh, sebentar. Taruhan itu judi, ya? Tidak perlu deh.
Selain itu, kondisi persepakbolaan tanah air sedang "tidak aduhai". Beberapa oknum PSSI sedang berhadapan dengan perkara hukum, bukannya dengan pertandingan sepakbola. Suap atau kolusi sedang membelit penyelenggaraan pertandingan sepakbola Indonesia melalui pengaturan skor (match fixing), bahkan sudah terjadi selama bertahun-tahun.
Nah, itu dia. Piala AFF 2019 yang diraih oleh Tim Garuda Muda memang patut diapresiasi setinggi-tingginya. Sayap-sayap Garuda Muda mampu mengepak ke angkasa Asean. Hal ini pun membuktikan bahwa sportivitas harus dikembalikan ke lapangan. Sungguh tidak patut, sportivitas selalu dipertarungkan hingga dipecundangi oleh suap.
Suap itu membutakan orang-orang yang terlibat. Suap itu memutarbalikkan kenyataan, kebenaran, kebaikan, keadilan dan segala dambaan. Suap menyebabkan orang-orang bijaksana menjadi bijaksini.
Suap harus dibersihkan dari persepakbolaan Indonesia. Kalau sportivitas selalu diputarbalikkan oleh suap, sepakbola Indonesia hanya akan sibuk dengan urusan mengeluarkan bola dari gawang sendiri sebab sayap-sayap Garudanya dililit oleh kepentingan oknum PSSI yang rakus terhadap suap. Tentu saja Indonesia tidak akan membiarkan sayap-sayap Garuda selalu dililit bahkan dilumpuhkan oleh suap, 'kan?
Oleh sebab itu, tindakan bersih-bersih yang dilakukan oleh pemerintah terhadap oknum-oknum PSSI memang sangat penting. Paling tidak, Piala AFF U-22 2019 sudah memberi bukti bahwa suap hanya menyampahi sekaligus merusak kesehatan persepakbolaan Indonesia. Alangkah aduhainya sayap-sayap Garuda Muda di angkasa!
*******
Balikpapan, 26/02/2019 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H