Putra-putri yang sehat
Cerdas dan kuat
'Kan menjadi harapan bangsa
Lho, kok ada politisasi Keluarga Berencana (KB) menjelang Pilpres 2019, to? Jangan bikin tambah gaduh lho, ndak baik.
Ya, memang, saya mengerti, sebaiknya tidak menambah gaduh karena cuaca semakin ekstrem menjelang Pilpres 2019. Namun, menjelang hajatan nasional ini, kok, ya, ada unggahan di media sosial semacam "politisasi".
Unggahan tersebut secara tidak sengaja saya temukan di media sosial yang berasal dari beranda media sosial milik akun Ji'ih pada 10/1, pkl. 17.14.
Tak pelak, komentar pun bermunculan. Met Omet, misalnya, "#dietakut".  Wurry Marasya, misalnya lagi, "Padahal cm anjuran KB....udah pada ketar ketir...haaaaaaa." Buana Adiwiguna, lagi-lagi misalnya, "PROJO PARANOID." Dan lain-lain, termasuk  komentar "rezim panik", "rezim goblok" dan "rezim dungu".
Saya tertarik pada unggahan tersebut bukanlah hendak mengkritisi kejadian di salah satu  kabupaten D. I. Yogyakarta itu, melainkan ketika unggahan tersebut disertai dengan gambar yang ber-2 jari (telunjuk dan tengah) yang dibungkus dengan terpal.  Gambar itu merupakan sebuah tugu mungil berkalimat persuasif "Ayo Ikut KB; 2 Anak Cukup".
Saya termasuk bagian dari generasi yang terprogram dalam KB. Pada 28 Januari 1987 orang tua saya mewakili Kab. Bangka untuk menghadiri undangan Presiden Soeharto dalam acara Penerimaan Peserta KB Lestari di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta.
Kampanye KB memang paling gencar pada zaman presiden ke-2 RI itu sejak Pembangunan Lima Tahun (Pelita) I (1969-1974) dengan dibentuknya Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Â sampai Pelita VI (1993-1998). Perintisannya dimulai oleh presiden ke-1 RI, Ir. Soekarno, pada 23 Desember 1957 melalui Perkumpulan Keluarga Berencana di gedung Ikatan Dokter Indonesia (IDI), yang kemudian berkembang menjadi Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) atau Indonesia Planned Parenthood Federation (IPPF).
Meski merintis dan menggencarkan kampanye KB, kedua presiden kita malah tidak ber-KB. Soekarno memiliki lima putera-puteri dengan Fatmawati, dan ada puteri-puteri dari istri lainnya. Soeharto memiliki enam putera-puteri.
Ya, sejak semula KB merupakan salah satu produk "politik" melalui kebijakan (policy) presiden-presiden awal Indonesia. Â Akan tetapi, "politisasi KB", kok lucu, ya?