Jelas lucu karena baru pada cuaca ekstrem 2019 ini muncul gambar, tepatnya foto, yang menampakkan tugu mungil "2 jari" dibungkus dengan terpal. Mengapa tidak terjadi pada 2014, 2009, 2004, dan seterusnya?
Jelas karena cuaca ekstrem, bahkan lebih dari tahun-tahun sebelumnya, 'kan? Karena terlalu ekstrem, tugu mungil itu pun "terpaksa" dibungkus dengan terpal. Mungkin khawatir seandainya tugu mungil itu meleleh. Memangnya es krim?
Frasa "tugu mungil dibungkus dengan terpal", cukup jelas, merupakan bagian yang khas dari kalimat pasif melalui prefiks (awalan) "di-" dan "tugu mungil" sebagai subjek pasif. Kalau ada prefiks "di-" yang juga kata kerja, berarti ada objek aktif yang dikenal dengan "objek pelaku".
Pertanyaan yang tersangkut dalam benak saya, siapakah "objek pelaku"-nya.
Para pendukung Jokowi yang bernomor urut 01! Mudah, 'kan? Pasalnya, Jokowi adalah petahana (incumbent) yang masih menjabat sebagai presiden ke-7 RI, dan kontestan lainnya bernomor urut 02.
Ya, memang mudah. Demikian pula dengan Ji'ih menulis begitu di berandanya, dikomentari oleh sekitar 36 orang, dan dibagikan oleh 14 ribu orang.
Akan tetapi, kembali lagi, siapakah sebenarnya "objek pelaku"-nya (yang membungkus tugu mungil itu)?
Saya teringat pada kasus perusakan baliho "Selamat Datang SBY" dan bendera Partai Demokrat di Pekanbaru, Riau, pada Sabtu, 15/12/2018. Pasca-perusakan itu, terjadilah tuduh-menuduh, dan "agak" gaduh. Tuduh-menuduh berbuntut melongo ketika semua pelaku perusakan akhirnya tertangkap pada Senin, 17/12/2018.
Berkaitan dengan "2 jari dibungkus dengan terpal" di Bantul, D.I. Yogyakarta tadi, ya, silakan menduga-duga siapa "objek pelaku"-nya. Terserah saja jika ada pihak tertentu yang sengaja melakukan politisasi KB begitu.
Saya sama sekali tidak tertarik, selain KB itu. "Janganlah diragukan lagi," bunyi sepenggal syair Mars KB yang legendaris itu.
********
Balikpapan, 12 Januari 2018