Saya sering mencungkil tabungan karya, baik tulisan maupun gambar, lalu saya bukukan sendiri. Buku-buku saya berupa kumpulan cerpen, puisi, esai/opini, gombal, dan kartun. Semuanya sudah saya depositkan ke Perpustakaan Nasional RI.
Tabungan karya dalam pengertian saya adalah tempat untuk menabung karya yang telah mendapat "persetujuan" pihak pengelola tempat itu sendiri. Misalnya cerpen, puisi , esai/opini, kartun, dll. yang pernah dimuat media massa.
Tentu saja hal yang biasa jika suatu waktu isi "tabungan" itu ditarik oleh penabungnya sendiri untuk suatu "kepentingan" (keperluan; kebutuhan). Paling sederhanya, ya, berupa kliping karya sendiri.
Buku terpilih sebagai upaya "terakhir", bagi saya, memang tidak terhindarkan di era cetak bersistem "cetak sesuai dengan permintaan" (Print out On Demand/POD) ini. Mau 1 eksemplar, bisa. Mau 20 eksemplar juga bisa. Asalkan memiliki kemampuan membuat buku paling sederhana dan dana, bereslah. Â
Terkait dengan Kompasiana, buku kumpulan artikel utama "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" sudah terbit dalam rangka "perayaan" 5 tahun berkarya di Kompasiana. 30 eksemplar saja karena keterbatasan dana yang harus berbagi dengan buku kumpulan cerpen "Seseorang Mencuri Mata Saya", dan kumpulan puisi "Waktu Terhenti di Kursi Rotan".
Untuk menyusun, menyunting, membuat ilustrasi dan sampul, mengurus ISBN (International Book Serial Number) hingga siap naik cetak, saya harus mengerjakannya sendiri. Benar-benar sendiri. Sebut saja dengan istilah "buku selfie", kecuali pencetakannya.
Totalitas dalam berkarya, begitulah, sesuai dengan artikel saya, "Totalitas dalam Berkarya" (25/2). Dengan melakukan sesuatu secara total serta terabadikan dalam sebuah buku, begitu jugalah ucapan syukur saya kepada Tuhan, orang tua, istri, keluarga besar, guru-dosen dan almamater (sekolah), dan Kompasiana.
Kompasiana, bagi saya, merupakan tempat yang tepat untuk memajang karya (tulisan) asli (original) saya sekaligus pemilihan (penyeleksian) secara obyektif sejak 2013. Obyektif, maksud saya, bukan faktor suka-tidak suka diri saya sendiri (subyektif).
Siapa pun memiliki pemikiran yang murni (original) dari dirinya sendiri. Pemikiran bisa berasal dari suatu peristiwa, atau bisa juga dari perulangan peristiwa. Pemikiran itu bisa berupa lisan, tulisan, dan karya lainnya, seperti gambar, film, musik, dan lain-lain.
Saya memiliki pemikiran original, yang bukan karena "pesanan" siapa atau lembaga apa. Lantas, originalitas tertulis itu dalam perspektif pihak lain, dalam hal ini adalah Kompasiana, tentu saja, penting untuk saya tandai sebagai suatu pencapaian.