Buku EyD selanjutnya saya lihat di rak buku sekretariat pers mahasiswa. Sesekali saya pakai ketika menulis. Sesekali, oh, aduhai! Tetapi, setelah tidak aktif di pers mahasiswa, barulah saya menjadikan buku EyD dengan judul sampul Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnakan sebagai pendamping saya dalam tulis-menulis. Buku EyD itu didominasi warna kuning dan oranye.
Era internet sekarang memberi fasilitas yang cukup memadai bagi saya dalam tulis-menulis, dan melihat KBBI dan pendapat IL. Bagi saya, KBBI dan IL adalah bagian penting dalam pembelajaran dan pelatihan saya.
Pertanyaan susulan tadi, "Melihat pertanyaan di atas, manakah yang Anda jadikan rujukan untuk belajar bahasa Indonesia yang baik dan tepat?", mendadak menyuguhkan kejanggalan dalam pemikiran saya, yang sudah saya singgung tadi. Ada polemik apakah sesungguhnya sehingga menjadi pro-kontra di Kompasiana ini?
Nah, kalau sudah "polemik" yang "pro-kontra" semacam itu, terus terang, saya tidak mau berpihak. Ya, bagi saya, hal itu "janggal" alias aneh. Saya tidak tertarik menjadikan kejanggalan sebagai pengganjalan, apalagi penjagalan, terhadap proses saya belajar berbahasa Indonesia melalui tulisan. Cukup saja saya jadikan bagian proses berlatih tulis-menulis, ya, seperti artikel sederhana ini.
Sekian komentar saya, dan terima kasih atas godaannya.
******* Â
Panggung Renung -- Balikpapan, 18 April 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H