Aku masih menukar malam dengan
Semangkuk kuah matahari kemarin
Sebelum lelap menghimpun embun
Mengristal pada risalah ziarah yang
Karam di samudra mimpimu
Ini ziarahku kembali meski belum
Sepenuh bulatan waktu
Entah separuh atau seperempat
Kamu tahu aku lebih kelelawar dari
Sekelebat malam serembesan matahari
Mencetak ruas-ruas tulang punggung
Aku tidak pernah berhenti hanya
Sebab kuah matahari tumpah ruah pada
Lapangan arloji menghambat langkah
Ziarah paling alergi di rumpun retinamu
Aku dan kamu bisa menyantap
Bubur fajar pada piring yang sama
Tetapi selanjutnya aku tidak lagi menemanimu
Menggigit pedasnya daging matahari sebab
Malam telanjur datang menghampar tilam
Di pesisir ziarah rembulanku
*******
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H