Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

"Self Publishing" dan Pro-kontranya

12 Mei 2016   13:11 Diperbarui: 12 Mei 2016   17:58 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tujuan saya menerbitkan buku saya sendiri adalah murni untuk “mengabadikan” tulisan saya, bukannya diam-diam menambah profesi sebagai produsen buku apalagi pebisnis penerbitan buku. Dengan dana terbatas, saya upayakan tulisan-tulisan saya terabadikan dalam sebuah buku karya tunggal.

Buku, bagi saya, adalah pengabadian tulisan, yang mirip dengan “rumah terbangun adalah pengabadian atas ide dan disain bangunan”. Kepuasan seorang arsitek semacam saya ini bukanlah ketika sebuah disain bangunan sudah jadi (rampung dibuat dalam gambar sekaligus animasinya), mendapat puja-puji, tetapi hanya sebatas berada di atas kertas atau layar komputer.

Penerbit Abadi Karya yang saya dirikan pun bukanlah untuk menerbitkan karya-karya orang lain. Jujur saja, saya tidak memiliki kemampuan finansial untuk mengurusi karya-karya orang lain. Pernah ada seorang kawan menanyakan, apakah saya bersedia menerbitkan bukunya. Ya, saya jawab saja, saya tidak akan menerbitkan buku siapa-siapa selain buku saya sendiri.

Saya tidak mau merepotkan diri dengan buku-buku orang lain pada saat saya sendiri kerepotan memikirkan tulisan-tulisan dan buku karya tunggal saya, dan saya harus fokus sebagai seorang arsitek–bukan pebisnis penerbitan buku. Tidak jarang, saya menyarankan kawan-kawan menyerahkan soal penerbitan buku ke penerbit-penerbit yang sudah ada.

Sementara buku Di Bawah Bayang-bayang Bulan cenderung saya bagi-bagikan secara gratis. Meskipun saya harus mengeluarkan uang sekian juta, dan saya bukanlah seorang jutawan-milyader, pembagian buku secara gratis merupakan kesadaran saya.

Saya sadar, buku saya tergolong sangat kurang bermutu. Apakah dengan menyebut “sangat kurang bermutu” saya malah merendahkan kegigihan saya sendiri dalam proses kepenulisan?

Ah, sudahlah. Saya tidak suka merepotkan diri berpikir soal kegigihan atau apalah itu. Saya sudah kerepotan menuliskan isi kepala, masih juga harus direpotkan dengan memikirkan kelanjutannya. Padahal, kerepotan utama saya adalah menggambarkan isi kepala alias merancang bangunan!

Penerbit Online dengan Self-Publishing-nya

Pada 4 Februari 2016 saya mendapat sebuah ‘tawaran’ dari sebuah penerbit buku online. “Selamat pagi, salam kenal, melihat tulisan-tulisan Anda di *****sangat menarik dan inspiratif, kami dari ****** ingin menawarkan Anda untuk menerbitkan buku di ******. Jika anda memiliki naskah yang siap terbit seperti novel, kumpulan cerpen, atau buku tips-tips, bisa upload naskah Anda di ******.com dan akan kami terbitkan. Kami tidak pernah menolak naskah, selagi naskah tersebut tidak mengandung SARA, Pornografi, dan bukan hasil menjiplak karya orang lain, karena kami percaya penulis di Indonesia memiliki potensi yang luar biasa, dan kami ingin menjadi media yang menjembatani mereka dalam berkarya, termasuk Anda,” tawar penerbit itu.

Saya tidak perlu repot memikirkan hal-hal yang hanya berpotensi merepotkan saya. Segera saya buka situs penerbit online itu. Pertama, saya hendak melihat buku-buku produksi mereka. Kedua, aturan-aturan, kesepakatan, dan seluk-beluk penerbitan mareka. Ketiga, cara melakukan persiapan naskah untuk bisa dikirimkan. Ketiga hal ini harus benar-benar saya pahami.

Tidak hanya penerbitan mereka. Saya pun membuka situs penerbitan online lainnya. Ternyata tidak terlalu jauh perbedaannya. Keduanya pun memiliki panduan tata artistik dan dimensi sampul buku. Dalam hati saya katakan, “Siap!”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun