Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Wajib Militer : Daruratkah?

14 Oktober 2015   13:41 Diperbarui: 14 Oktober 2015   15:25 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adalah program wajib militer, sebuah wacana yang mengejutkan sebagian masyarakat Indonesia pada Oktober 2015 ini. Wajib militer akan diberlakukan kepada 100 juta rakyat Indonesia selama 10 tahun.  Mengejutkan, masak, sih?

Istilah “wajib militer”, biasanya, digulirkan wacananya ketika situasi pertahanan-keamanan negara dalam kategori “waspada” bahkan “darurat” akibat suatu ancaman dari negara asing yang sudah signifikan. Yang paling jelas contohnya adalah Korea Selatan, yang bertetangga langsung dengan Korea Utara yang sedang ‘menggeliat’. Apa pun alasan utamanya, kedua negara yang pernah bersaudara kandung itu memang tidak bisa bersatu sebagaimana Jerman Barat dan Jerman Timur.

Begitu muncul wacana “wajib militer” di Indonesia, yang tidak berpihak kepada Blok Timur maupun Blok Barat, serta-merta mengejutkan, seakan Indonesia pun mengalami situasi seperti di Korea Selatan. Sementara berita terbaru dalam segi pertahanan-keamanan, TNI mendapat predikat pasukan terhebat (peringkat ke-1) di Asia Tenggara, dan peringkat ke-12 di dunia. Ditambah lagi pemesanan sekian unit pesawat tempur Sukhoi, yang membuat negara-negara industri pesawat tempur terpaksa ‘merayu-rayu’ karena pemilihan terhadap Sukhoi bukanlah atas pertimbangan teritorial- politis-bisnis belaka.

Dengan peringkat yang ‘mengejutkan’ sekaligus membanggakan, baik bagi negara maupun rakyat Indonesia, itu merupakan bukti bahwa sejak era Soekarno, TNI memang pasukan hebat. Ini pun merupakan indikasi penting bahwa rakyat tetap bisa mengandalkan tentaranya. Keikutsertaan TNI-Indonesia dalam misi perdamaian dunia selama puluhan tahun juga bisa menjadi indikasi bahwa Indonesia memiliki tentara yang patut diandalkan dunia untuk menjaga stabilitas perdamaian semesta. Hal itu menunjukkan bahwa Indonesia konsisten dalam implementasi Mukadimah UUD 1945, dan tidak terbantahkan oleh dunia.

Indonesia anti-imperialisme dan bukan negara imperialis. Indonesia bukanlah negara yang gelisah, sebentar-sebentar ‘mencari’ musuh, atau tidak ada musuh lantas negara mengalami kegalauan tingkat dunia. Indonesia adalah negara yang cinta damai–perdamaian dunia dan perdamaian dalam negeri. Slogan usang “Ganyang Malaysia” bukanlah tanpa sebab. Dan, Indonesia tidak mau ‘mengganggu’ Papua Nugini karena memang tidak ada sebab yang bisa dijadikan sumber utama “angkat senjata”.   

Dua negara tetangga dekat yang sering diberitakan ‘mengusik’ ketenangan-ketenteraman Indonesia, yakni Australia dan Malaysia, ternyata sama sekali tidak memiliki kemampuan yang layak diwaspadai. Kedua negara tersebut hanya mengandalkan dukungan para sekutunya (Barat), bukannya lantaran kemampuan independen negara mereka.

Australia dan Malaysia, dalam sejarahnya, sama sekali tidak memiliki perjuangan yang hebat dalam imperialisme dunia sebagaimana Indonesia. Australia selalu ikut-ikutan berperang keroyokan bersama sekutunya (Barat), terlebih untuk urusan imperialisme yang berpangkal pada kepentingan menggerogoti kekayaan alam Indonesia. Malaysia, negara tanpa pahlawan hebat seperti Indonesia, bukanlah negara yang berdiri dari nyali nenek moyangnya.

Para pahlawan Indonesia yang gugur di medan pertempuran melawan imperialisme dulunya berjuang agar Indonesia bisa berdikari, tidak manja atau mengemis-ngemis bantuan negara asing. Para Bapak Bangsa sudah jauh lebih dalam dan lama berpikir untuk kemandirian bangsa. Beliau-beliau telah mewujudkan kemerdekaan sebagai gerbang masuk rumah (negara) sendiri, yang berdaulat sepenuhnya, tetapi juga bukanlah penghuni rumah yang selalu sibuk ke luar rumah, petentang-petenteng di luar hanya untuk ‘mencari musuh’ mentang-mentang sudah hebat.

Mentalitas Para Bapak Bangsa bukanlah “mencari musuh” melainkan berdamai dengan bangsa-bangsa lainnya demi kedamaian-keamanan dunia. Indonesia sudah merdeka, dan bumi pertiwi Indonesia sudah kaya. Sekian puluh tahun Indonesia sudah bisa memetik hasil dari pengelolaan teritorialnya. Investasi, bukan hanya demi kemakmuran negara-siapa, melainkan sebagai wujud kerja sama dan berbagi demi kebaikan dunia secara berkelanjutan sebagaimana manusia saling menolong–bukannya saling memusuhi bahkan merampok kekayaan negara masing-masing.

Di dalam negeri Indonesia sendiri, tidak ada persoalan yang patut diselesaikan dengan “angkat senjata”. Rakyat lebih mengutamakan usaha menyiasati hidupnya. Urusan negara sudah ‘diserahkan’ kepada para pengelola negara. Tidak terlalu resah pada intimidasi asing karena sudah ada TNI yang luar biasa hebatnya. Masing-masing sudah ada porsi dan kapasitasnya.

Aman-damai dalam negeri merupakan jaminan utama bagi kehidupan rakyat. Rakyat membayar pajak melalui barang-jasa dalam industri. Industri membayar pajak, dan pajak produknya dibayar oleh rakyat. Pajak bumi bangunan juga ada. Segala fasilitas ini-itu juga berpajak. Rakyat sudah membayarnya. Harga-harga seperti yoyo (naik-turun tergantung libido ekonomi segelintir orang), hanya membuat rakyat berteriak, bukannya lantas rakyat jera menjadi warga negara Indonesia lalu minggat ke luar negeri sehingga Indonesia mengalami defisit jumlah penduduk sampai 60%.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun