Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Wajib Militer : Daruratkah?

14 Oktober 2015   13:41 Diperbarui: 14 Oktober 2015   15:25 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Rakyat Indonesia sangat mencintai negerinya. Kebutuhan hidup yang sering mencekik rakyat, tetaplah harus dipenuhi berdasarkan skala prioritasnya. Semua dilakukan demi ketenangan menyiasati hidup keseharian dan bagimana nantinya. Rakyat sudah sering mendapat siraman rohani sekaligus motivasi-motivasi agar hidup lebih berkualitas manusiawi melalui media-media, mampu mengendalikan nafsu serakah, sehingga tidak menuntut negara (yang ber-TNI sangat hebat) menjadi imperialisme baru di kawasan Asia Tenggara.

Lantas, mengapa kemudian muncul wacana “wajib militer” dengan anggaran yang tidak sedikit itu? Ya, ratusan trilyun rupiah untuk anggaran “wajib militer”. Negara tidak sedang dalam situasi darurat militer. Negara tidak dalam kondisi dijajah kembali seperti era agresi militer Belanda dan antek-anteknya pada 1950-an.

Ada apa ini, jika dikaitkan dengan rencana anggaran ratusan trilyun rupiah itu? Siapakah yang sebenarnya sedang mengalami “darurat” sehingga muncul rencana anggaran besar itu?

Rakyat Indonesia sudah biasa mengalami “darurat”, khususnya “darurat ekonomi” akibat harga-harga yang digalau-gelisahkan oleh para ‘mafia’ sesama bangsa sendiri. Makan, tempat tinggal, kesehatan, dan pendidikan, merupakan hal-hal yang selalu “darurat” bagi rakyat. Kalau bisa menabung, tidak lebih merupakan upaya untuk mewujudkan suatu rencana bagi keluarga, misalnya pendidikan anak, kesehatan keluarga (bahkan berjaga-jaga untuk membantu saudara yang sakit mendadak), dan properti (rumah sendiri, bukannya indekos atau sewa rumah sepanjang masa).

Nah, realitas apa lagikah yang akan direkayasakan sehingga wacana “wajib militer” dipaksakan sebagai suatu kepatutan yang mendesak untuk diwujudkan?

*******

Panggung Renung, 2015

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun