Mohon tunggu...
Puisi

Seniman Tanpa Mata

17 Juli 2016   09:03 Diperbarui: 17 Juli 2016   09:32 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SENIMAN TANPA MATA

Petir dan angin Topan menyambut kehadiranku di Pulau dimana ayah dan ibuku memadu cinta. Di pulau dimana aku dibesarkan dan dikawal sampai beruban bahkan mungkin hingga akhir cerita hidupku. Ibuku pernah menceritakan kebahagiaan yang sungguh mengiringi kesakitannya mengejanku.Itulah yang membuatku tetap berbesar hati mengecap perjalananku yang suram ini. 

Aku ini ciptaan khalikku yang terlahir dengan kekurangan. Lahir bersama kegelapan, tumbuh tanpa cahaya hingga beruban dan beranak cucu. Terkadang, aku membenci keadaanku yang terpaksa membagi derita kepada ibu, istri dan anak-anakku. Mereka bagaikan suruhanku dalam kemalanganku ini. Namun, aku bersyukur orang-orang tulus ini tak jenuh menemani deritaku. Hidup tanpa mata mungkin hampir tak ada nikmat.

Pada umur yang menjelang sepuluh tahun dalam pangkuan ibuku, ayahku berbisik pelan di telinga ibuku. “Seandainya....aku ingin dia menjadi pelukis.” Harapan ayahku yang terpendam atas kekuranganku. Bisikan kecil itu terngiang lama di telingaku. Aku rindu mengabulkan harapannya. Hingga suatu hari aku berdoa “Tuhanku, jika engkau tak bisa memberiku mata. Maka berikanlah aku keajaaiban kepada tangan, hati, dan suaraku untuk berkarya.” Ku lantunkan bagai lagu ku iramakan penuh pengharapan. Dan ternyata Dia mendengarku. Di balik kekuranganku khalikku memberiku satu kelebihan.

Seiring berjalannya waktu, aku meminta ayah dan ibuku membelikan alat dan bahan lukis. Ketika itu mereka terkaget dan mereka menganggap bahwa ini aneh. Meskipun begitu mereka dengan hati yang tulus membelinya untukku. Mereka berusaha mendukungku atas Karya Tuhan yang baru saja akan dimulai waktu itu. Ya....aku mampu melukis tanpa mata hingga detik ini. Orang-orang menemuiku memberiku pujian yang membahagiakanku, mereka membeli lukisanku, mereka menganggumiku, isteri, dan anak-anakku merasa bangga atas itu semua. Puisiku, suara merduku, melodi gitarku dan ceritaku dikagumi dan disukai ribuan orang. Aku dijuluki Seniman Tanpa Mata. Tetapi kepada tuhanku dalam doa aku menyebut diriku seniman dengan mata Tuhan. Aku tak jenuh mensyukuri nikmat itu dalam setiap doaku karena tanpa karyaNya ini nikmatku mungkin nihil. Terima kasih khalikku.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun