Mohon tunggu...
Agustinus Rangga
Agustinus Rangga Mohon Tunggu... Belum Punya Profesi -

Mahasiswa Biasa | www.agustinusrangga.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Ada Api di Bola Matamu

22 November 2018   08:13 Diperbarui: 22 November 2018   09:37 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ada Api di semangkuk lilin (videoblocks.com)

Kadang jika tiba-tiba aku mengingatmu, apa yang kulihat saat ini menjadi tidak penting. Perhatian seketika terpusat pada khayal dan bayang-bayang, dimana kita duduk berhadapan pada dua sisi sebuah meja. Dua mata kita saling menyimpan kesan dalam tatap yang tak sudah-sudah. Cerita kita bersahut-sahut hingga kita berebut siapa yang harus cerita duluan. Senyum-senyum yang terbagi, gelak tawa sesekali.

Di atas meja itu ada semangkuk lilin. Lalu kita berdebat tentang api. Aku berusaha meyakinkanmu bahwa api itu jahat. Dia berusaha menghanguskan segalanya, namun pura-pura baik dan berguna bagi manusia. 

Suatu saat ketika manusia lengah, barulah sifat asli sang api itu muncul dan segala yang dilaluinya dibakar habis, hangus, hitam dan panas, angkuh dan tidak peduli. Sialan benar api ini. Penghianat ulung, sedangkan kita manusia tetap saja dalam ketidaktahuan. 

Tapi kamu membalasku dengan cerdik. Menegur keangkuhanku yang membabi-buta dengan kata-kata dan suaramu yang tentu saja ku kagumi. Menjelaskan padaku bahwa bukan api yang jahat, tapi justru kita, manusia. Bahwa bukan api yang punya niat menghanguskan semuanya saat kita lengah tapi justru kitalah yang abai. 

Sedikit merasa nyaman lalu tidak peduli lagi dengan apapun. Hingga api yang seharusnya kita kendalikan malah justru mengendalikan kita, manusia. Api tidak pernah berniat. Tapi justru kitalah yang cenderung punya hobi menyalahkan hal di luar diri kita. Wajar, karena itu adalah hal termudah yang bisa dilakukan. 

Ah, kamu memang pandai menjelaskan sang api. Mendengarkan ceritamu tentang api seperti berbicara langsung dengan si api. Kamu lebih mewakili api daripada aku. Kalau bisa, api pasti sudah lebih dulu mengagumimu, mendahului aku. Siapa sangka sebutir nyala api lilin yang kita lihat bersama ini, bisa menambah rasa kagumku kepadamu yang memang sudah tak terbatas lagi jumlahnya.

Mendengar ceritamu sepeti mendengar api bercerita. Sering juga kulihat butir-butir api itu di kedua bola matamu saat berulang kali aku mengintip lebih dalam pada jendela hatimu itu; Yang kamu perindah dengan satu pasang kaca dan bingkainya; Yang tak pernah sekalipun aku lewatkan saat kita saling bercerita. Saat dulu rayuan orang dalam lagu berbunyi: "Ada Pelangi di Bola Matamu", namun kali ini kulihat ada api di bola matamu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun