"Jo, ayo berangkat. Udah jam berapa nih? Malu nanti kalau datang telat." Ajak Budi sambil mengetuk pintu kamar kosan si Paijo.
"Lho, santai saja to, Bud. Acaranya itu pasti ngaret. Paling satu jam lagi baru mulai." Balas Paijo santai sambil membuka pintu kamarnya.Â
Lagi-lagi saya menulis tentang hal-hal kecil yang sering terjadi disekitar saya, tapi efek dari hal ini saya pikir cukup terasa bagi saya dan mungkin bagi panjenengan dan lingkungan sekitar kita.
Ngaret itu biasa
Biasa? Ya. Dari beberapa pengalaman yang saya alami, kegiatan datang tidak tepat waktu dan berasumsi bahwa acara/kegiatan yang akan diikuti akan mulai terlambat dari jam yang direncanakan atau diumumkan ini sudah tertanam di benak buanyak orang termasuk saya dan si Paijo ini. Mungkin itulah sebabnya ngaret dan mengaretkan sudah menjadi hal yang biasa dalam hidup kita ini.Â
Beberapa kali saya mengamati, ternyata pandangan kita terhadap waktu sedikit berubah. Ilustrasinya gini. Misalkan ibaratkanlah saya pernah mendengarkan obrolan teman-teman saya. Mereka sedang membahas waktu kumpul yang tepat untuk suatu kegiatan di kampus saya. Kira-kira kutipan pembicaraannya adalah seperti ini:
"Yaudah, besok teman-teman panitia diajak kumpul lagi aja bahas acaranya" Ujar si X menawarkan solusi.
"Wah ide bagus, kita bahas masalah ini di forum. Enaknya jam berapa ya kita kumpulkan semua panitia?" jawab si Y.
"Jam 10 pagi di kampus ini waktu yang pas, tuh." Ucapan si X meyakinkan.
"Wah bener tuh, kita kabari saja mereka kumpul jam 9, jadi bisa mulai tepat waktu." tawar si X.
"oke, ini lagi aku kirim pengumumannya".Â
Dan keesokan harinya acara benar-benar dimulai sekitar pukul 11.30 siang.
Nah dari pengamatan saya, sikap antisipasi telat yang berlebihan itu adalah perwujudan antisipasi dari kebiasaan kebanyakan orang yang berpikiran seperti Paijo diatas tadi. Ini adalah hal yang memprihatinkan kaitannya dengan efektivitas penggunaan waktu. Saya tidak bisa membayangkan jika di dalam kepanitiaan itu ada orang yang biasa datang tepat waktu, berapa lama si disiplin ini harus menunggu hingga rapat dimulai. Lama bukan?
Faktor Aman
Mungkin bagi si perencana rapat pada kasus di atas adalah membuat faktor aman agar rapat yang dia rencanakan dapat mulai tepat waktu. Tapi bila kita berpikir ulang, apakah itu solusi yang tepat untuk mengantisipasi ngaret yang disebut beberapa orang merupakan budaya Indonesia ini?
Pendapat saya, sikap seperti itu adalah salah. Kesalahan yang paling terlihat adalah si perencana rapat tidak dapat mempertanggungjawabkan pengumuman yang dia sebar. Wong dia mau mulai rapat jam 10 kok bilangnya jam 9. Kalau mau antisipasi ngaret pakai cara itu bukannya berarti dia nggak percaya sama anggotanya bisa datang tepat waktu dong?
Nah ini tepatnya buat si peserta rapat yang berpikiran seperti Paijo. Mereka pasti tau bahwa datang terlambat adalah kebiasaan yang buruk. Sama seperti membuang sampah di sembarang tempat atau merokok di tempat umum. Tapi masalahnya ketika kebiasaan buruk ini dianggap wajar dan dianggap bukan kesalahan yang besar, jadi ya enjoy aja gitu menjalaninya. Apalagi ditambah embel-embel "ah, yang lain juga telat kok bukan cuma aku aja", wah sempurna deh ngelesnya. Tapi bukannya sekecil apapun kesalahan itu termasuk salah juga ya ? hehe think again
Kalau satu dua orang yang sepeti itu sih tidak masalah. Masih banyak teman-teman lainnya yang bisa membuat si telat itu berubah. Kalau sekarang kondisinya terbalik? Hanya ada satu dua orang yang punya kebiasaan datang tepat waktu? Wah, masalah. Itulah sebabnya belakangan saya pernah mendengar quote yang berbunyi kurang lebih seperti ini:
"Sekarang adalah jaman dimana datang terlambat dianggap wajar, sedangkan datang tepat waktu terasa aneh."
Dampaknya Kecil, tapi Berulang
Menunggu satu dua jam gak masalah deh. Itung-itung buat ngobrol sama teman yang sudah datang duluan, sama buat istirahat. Ya memang nggak masalah kalau hari itu acara yang ngaret cuma satu. bayangkan kalau ada 3 acara yang ngaret saja. setiap acara ngaretnya 45 menit. Bisa dua jam lebih waktu yang dipakai untuk menunggu.
Kalau begini caranya, bakal makin banyak orang-orang yang datang telat. Dan tidak ada cerita bahwa  "Ayah dulu waktu jadi mahasiswa adalah orang yang disiplin, datang kuliah dan kegiatan tepat waktu" atau cerita disiplin sejenis lainnya. Kalau begitu gimana nanti generasi selanjutnya? Maukah mereka percaya jadwal acara yang dipampang di undangan atau di poster? Atau bakal berkata "ah, paling juga ngaret, datang telat aja"
Salahnya dimana sih?
KESEPAKATAN
Sebenarnya teman-teman mahasiswa dan mungkin saudara-saudara sekalian juga pasti sudah mencoba berbagai solusi untuk mengatasi masalah ngaret ini. Beberapa solusi yang saya tahu adalah :
- Membuat kesepakatan khusus tentang kedatangan
- Memberikan sanksi yang telah disetujui oleh seluruh peserta
- Memberikan reward untuk beberapa orang yang datang awal
- Mulai pada jam sesuai yang diumumkan berapapun jumlah orang yang hadir
Dan banyak solusi-solusi kreatif lain dari pemikiran-pemikiran orang-orang di sekitar saya. Harapannya sih semoga solusi-solusi yang ditawarkan semakin banyak, dan apa yang diupayakan untuk mengubah mindset dan perilaku kita semua ini bisa membuahkan hasil. Jadi banyak cerita-cerita kedisiplinan yang bisa kita ceritakan kepada anak cucu kita, banyak orang yang malu ketika dia datang telat, banyak orang yang berlomba-lomba datang on time bahkan in time demi efektivitas waktu mereka.Â
Semoga
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H