Semenjak kemunculannya, LTG menuai banyak kritik sekaligus pujian. Tidak diragukan lagi, inilah buku mengenai lingkungan yang paling kontroversial yang pernah ada. Sebagian kritik menyatakan LTG hanya menebarkan pesan malapetaka dan kesuraman masa depan manusia dengan berdasarkan analisis yang terlalu disederhanakan. Sebagian lagi mengatakan bahwa LTG tidak memperhitungkan kemampuan manusia dalam beradaptasi. Misalnya saja Julian L. Simon yang dalam bukunya ‘The Ultimate Resources’ yang mengatakan bahwa sumber daya alam tidak terbatas karena dapat dikembangkan terus melalui upaya-upaya cerdas manusia. Sebagian lagi optimis permasalahan lingkungan dapat diselesaikan. Misalnya saja John Maddox dalam ‘The Doomsday Syndrome’ menolak terjadinya krisis di masa depan karena permasalahan lingkungan dapat diselesaikan melalui peran dan upaya-upaya teknologi. Dia juga menulis dengan nada optimis, [i]“Aktivitas manusia, se-spektakular apapun itu, masih amat kecil dibandingkan lingkungan hidupnya”[/i] Tapi pembuktian ada di realita, bukan pada teori ataupun asumsi. Berbagai krisis yang terjadi seperti krisis pangan, krisis energi, krisis lingkungan, dan bahkan krisis ekonomi mau tidak mau menyadarkan banyak orang bahwa apa yang ditulis dalam LTG mengandung kebenaran. Sejak buku LTG diterbitkan tidak banyak perubahan berarti dan dunia terus bergerak mengikuti skenario [i]overshoot[/i]. Setelah 40 tahun penerbitan LTG, Dennis Meadows mengatakan fakta yang lebih kelam: [i]“Pada awal 1970-an, adalah sangat mungkin untuk percaya bahwa kita bisa melakukan perubahan yang dibutuhkan. Tapi sekarang sudah terlambat. Kita memasuki sebuah perioda dimana terjadi beberapa dekade gangguan iklim yang tidak terkontrol dan penurunan kondisi (lingkungan) yang sangat sulit” [/i] Banyaknya kepentingan-kepentingan ekonomis sempit yang tidak menginginkan perubahan membuat pesan penting yang diserukan oleh LTG demi perbaikan masa depan manusia gagal membawa perubahan berarti. Ada tiga konklusi penting yang ingin disampaikan oleh LTG: Pertama, jika trend pertumbuhan yang pada waktu itu terjadi terus berlanjut maka peradaban manusia akan memasuki kondisi ‘overshoot’, yaitu melampaui batas pertumbuhan yang sanggup diakomodasi oleh planet bumi yang terbatas. Kondisi ini bisa mengakibatkan penurunan drastis kapasitas industri dan populasi manusia. Atau dengan kata lain: bencana peradaban. Kedua, manusia bisa mengubah trend pertumbuhan faktor-faktor tersebut sehingga terjadi kestabilan ekologis dan peradaban yang berkelanjutan [i](sustainable)[/i]. Upaya pengendalian populasi memang sudah dilakukan, demikian juga upaya penanganan polusi meski belum mencapai hasil yang diharapkan. Satu faktor pertumbuhan eksponensial penting yang sampai saat belum tersentuh upaya perbaikan adalah pertumbuhan ekonomi. Sampai hari ini semua negara masih terjebak pada paradigma pertumbuhan ekonomi tanpa batas dan belum ada alternatif model ekonomi yang lain. Ini bertambah buruk dengan sistem demokrasi yang menuntut para politisi terus terjebak untuk menjanjikan pertumbuhan ekonomi demi kesejahteraan rakyat agar bisa terpilih. Jika menginginkan masa depan peradaban yang berkelanjutan manusia harus berani mengambil keputusan untuk mengubah paradigma pertumbuhan ekonomi ini. Manusia harus mulai memikirkan sistem ekonomi keadaan tunak (steady-state economy) sebagai alternatif sistem ekonomi di masa depan. Herman Daly, seorang ekonom Bank Dunia yang juga tokoh pendukung ekonomi keadaan tunak, berkomentar bahwa pada suatu hari ia akan menerima ide pertumbuhan ekonomi tanpa batas apabila koleganya bisa memberikan bukti bahwa planet bumi juga dapat bertumbuh dalam tingkat yang sepadan. [caption id="" align="alignnone" width="630" caption="Sumber: Buku REVOLUSI MENTAL"][/caption] Ketiga, jika manusia memilih kondisi yang kedua maka semakin cepat perubahan dilakukan akan semakin besar kemungkinan keberhasilannya. Dengan memahami ketiga konklusi yang disampaikan LTG setidaknya orang perlu melihat buku ini secara proporsional. LTG tidak hanya bicara tentang masa depan yang penuh bencana dan suram, tapi juga tentang adanya harapan untuk hadirnya peradaban yang berkelanjutan jika manusia mau melakukan perubahan. Masa depan yang berkelanjutan adalah harapan dan keinginan semua orang. Tapi 40 tahun telah berlalu sejak LTG diterbitkan memberi kita pelajaran bahwa perubahan sulit dlakukan karena banyaknya konflik kepentingan. Tidak mungkin menunggu 40 tahun lagi, oleh karenanya manusia tidak bisa mengandalkan upaya perubahan dari kelompok elit penguasa dan kaum intelektual yang masih terus berdebat. Perubahan juga bisa dihasilkan dari gerakan populis atau akar rumput, yaitu suatu gerakan yang berasal dari kesadaran banyak orang untuk memulai perubahan demi masa depan yang lebih baik. Ini yang sedang diupayakan oleh gerakan Revolusi Mental. --- end of #RM04 ------ Baca sebelumnya: #RM01: REVOLUSI MENTAL, Perubahan Kecil Untuk Masa Depan Yang Lebih Baik #RM02: Batas Pertumbuhan Planet Bumi #RM03: Krisis, Batas Pertumbuhan Yang Terlampaui
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H