Mohon tunggu...
Agustinus Daniel
Agustinus Daniel Mohon Tunggu... -

Credo ut Intelligam - Aku percaya maka aku mengerti.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Laudato Si - Semangat Konservasi Lingkungan dengan Rasa Religius

5 Agustus 2015   16:49 Diperbarui: 5 Agustus 2015   16:56 836
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="St. Fransiskus dari Asisi"][/caption]

Pada tanggal 18 Juni 2015, Paus Fransiskus mempublikasikan ensikliknya yang berjudul ‘Laudato Si’. Mungkin ini adalah ensiklik kepausan yang paling mendapatkan perhatian publik mengingat materinya yang berbicara tentang salah satu masalah terpenting dunia saat in: krisis ekologis.

Bagi para pejuang masalah lingkungan yang telah lama menyuarakan keprihatinan terhadap masalah ini tentu ensiklik ini disambut dengan gembira dan antusias. Gereja Katolik sebagai institusi agama  terbesar dan paling berpengaruh telah resmi menyatakan keprihatinannya dan ikut ambil bagian dalam solusi masalah. Juga bagi kaum religius, ensiklik ini memberikan landasan iman dan moral untuk beraksi ikut menyelamatkan lingkungan demi masa depan manusia.

Saya sendiri sudah pernah menuliskan pemikiran mengenai krisis lingkungan ini dari sudut pandang spiritualitas dalam sebuah buku berjudul “Revolusi Mental’ kira-kira setahun yang lalu. Anda bisa mendownload buku tersebut GRATIS disini:

https://drive.google.com/file/d/0BzDRoAFppiqeY2h0MUxaTDRHbjQ/view

Secara umum Paus Fransiskus mengingatkan kita untuk berhenti memperlakukan bumi ini sebagai warisan yang diterima dan boleh dieksploitasi demi kepentingan sesaat, melainkan pinjaman yang harus diteruskan pada generasi berikut. Paus Fransiskus menekankan perlunya memahami pesan Kitab Suci agar manusia ‘mengusahakan dan memelihara’ bumi (Kej. 2:15). Dengan mentalitas ini kita tidak hanya bertanggungjawab mengolah bumi demi kepentingan generasi kita tapi juga menjaganya agar tetap tersedia bagi generasi berikut.

Gaya hidup antroposentris, berpusat pada manusia, telah membuat bumi terekspoitasi di luar batas kewajaran demi keinginan-keinginan manusiawi yang berlebihan. Ini mengakibatkan kerusakan lingkungan yang akhirnya berakibat fatal karena alam sekarang mulai berbalik membalas perlakuan manusia dengan kejam. Paus Fransiskus mengusulkan perlunya konversi ekologis, yakni kesadaran religius untuk mulai memperhatikan terwujudnya kondisi lingkungan yang berkelanjutan di bumi yang menjadi rumah bersama bagi seluruh manusia. Demikian kurang lebih pesan Paus Fransiskus dalam ensiklik ‘Laudato Si’.

Terlepas dari pesannya yang positif untuk ikut peduli pada masalah besar peradaban manusia, saya merasa agak kecewa dengan ensiklik ini. Apa yang diungkapkan Paus Fransiskus dalam ensiklik ini kurang lebih sama dengan keprihatinan para pengamat lingkungan dan politisi-politisi globalis di PBB, dengan tambahan kata ‘Tuhan’ dalam ulasan-ulasannya. Semuanya kurang lebih bersuara sama: perlunya perubahan sikap manusia dalam memperlakukan lingkungan.

Seharusnya Gereja Katolik memiliki jauh lebih banyak dari ini dan menawarkan solusi yang jauh lebih fundamental dari sekedar konversi lingkungan yang dangkal. Seolah ensiklik ini hanyalah upaya Gereja Katolik untuk ikut ambil bagian pada arus pemikiran yang sudah dirancang sebelumnya oleh kaum environmentalis dan globalis sekular di PBB!

Kaum sekuler, seberapapun hebatnya, tidak memiliki visi peradaban selain visi-visi pragmatis. Sementara itu Gereja Katolik justru punya visi peradaban yang obyektif dan absolut, yaitu mewujudkan kehidupan di bumi seperti di dalam surga sebagaimana yang selalu didoakan setiap hari dalam Doa Bapa Kami. Lalu mengapa Gereja Katolik malah mengikuti apa yang menjadi rancangan kaum sekuler?

Kunci untuk memahami ini semua sebenarnya ada di kisah penciptaan dalam Kitab Kejadian dimana Tuhan menciptakan bumi dengan segala isinya dan mengatakan itu semua baik. Artinya Tuhan telah merancang kehidupan di bumi dengan keteraturan yang sempurna. Lalu Tuhan menciptakan manusia:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun