Lalu apakah semua gagasan baru adalah bidaah? Tentu saja tidak! Sebab jika demikian bagaimanakah kebenaran Tuhan yang secara bertahap melintasi jaman diwartakan kepada manusia dapat diterima sebagai kebenaran?
Bahkan ajaran kebenaran yang diwartakan Yesus adalah sesuatu yang baru, tapi tetap merupakan bagian yang tak terpisah dari kebenaran yang sudah diwartakan sebelumnya: "Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. " (Mat.5:17) Ajaran Yesus memiliki kontinuitas dengan ajaran kebenaran yang telah diajarkan sebelumnya oleh para nabi.
Gagasan baru atau ajaran baru merupakan suatu bidaah atau penyesatan jika ajaran tersebut tidak memiliki kesatuan dan kontinuitas dengan ajaran sebelumnya. Adanya kontinuitas dengan ajaran kebenaran sebelumnya adalah prinsip penting untuk menerima suatu ajaran atau gagasan baru sebagai bagian dari ajaran yang otentik atau ortodoks. Sebaliknya adanya diskontinuitas dengan ajaran sebelumnya merupakan ciri khas dari bidaah, sebaik apapun bidaah itu disajikan.
Itu sebabnya Rasul Paulus mengingatkan kita dengan amat keras:
Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia. Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi: jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu terima, terkutuklah dia. (Gal.1:8-9)
Semua bidaah memiliki dua komponen ini: gagasan 'baru' yang menarik DAN upaya meminggirkan / mengaburkan ajaran Tuhan yang benar dengan berbagai cara. Siapapun yang mengajarkan keduanya adalah penyesat dan berasal dari iblis. Semua bidaah selalu memiliki kedua ciri ini.
"..janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah.." (1Yoh.4:1).
Demikianlah Rasul Yohanes mengingatkan kita untuk menguji, bukan hanya roh-roh supranatural, tapi juga setiap kebenaran dan gagasan baru. Dan tidak ada cara lain untuk menguji setiap gagasan atau ajaran baru selain membandingkannya dengan ajaran kebenaran yang sudah ada sebelumnya, yaitu seluruh ajaran Tuhan yang diwartakan secara infalibel melalui Gereja-Nya yang satu, kudus, katolik, dan apostolik.
Itu satu-satunya tolok ukur kebenaran absolut yang kelihatan, yang dapat digunakan manusia sebagai pembanding. Tanpa memahami kebenaran yang absolut, baik secara intelektual maupun spiritual, kita tidak akan mampu menguji setiap gagasan atau ajaran baru yang ditawarkan kepada kita. Bukan tanpa alasan Gereja Katolik dengan amat tegas dan terus-menerus mengatakan: "Extra ecclesiam nulla salus - Di luar Gereja tidak ada keselamatan"
Itu sebabnya jika kepada kita ditawarkan suaru ajaran baru yang berbeda dari apa yang diajarkan Gereja sebelumnya, sekalipun yang mengajarkan ajaran baru tersebut mengaku rasul atau malaikat surga, kita harus berani menolak dan tetap setia pada ajaran tradisional yang sudah teruji kebenarannya. Jadi kalau ada orang yang mengatakan, "Kita butuh gagasan baru yang sesuai perkembangan jaman, ajaran yang lama sudah ketinggalan jaman..." kemungkinan besar dia adalah seorang 'heretic in action'.
(bersambung)