Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan

Pencinta membaca dan menulis, dengan karya narasi, cerpen, esai, dan artikel yang telah dimuat di berbagai media. Tertarik pada filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Berpegang pada moto: “Bukan banyaknya, melainkan mutunya,” selalu mengutamakan pemikiran kritis, kreatif, dan solusi inspiratif dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Membangun Kepercayaan Diri di Tengah Keterbatasan: Perjuangan Menuju Gelar Sarjana

4 Januari 2025   04:25 Diperbarui: 3 Januari 2025   19:40 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan inklusif menegaskan pentingnya memberikan kesempatan yang sama bagi semua individu, termasuk penyandang disabilitas, untuk mengakses pendidikan berkualitas dan berkembang sesuai potensi mereka. Fraire (bukan nama sebenarnya), mahasiswa Prodi PBSI Universitas Musamus (Unmus) Merauke, adalah contoh nyata bagaimana pendidikan inklusif membuka peluang bagi individu dengan disabilitas. Meski menghadapi tantangan besar seperti kesulitan berbicara dan rasa tidak percaya diri, Fraire tetap bertahan di tengah keraguan banyak pihak yang menyarankan ia pindah ke jurusan lain. Dengan dukungan dosen yang sabar dan empati, ia mampu menunjukkan kemajuan signifikan. Esai ini meneropong perjuangan Fraire dalam membangun rasa percaya diri serta peran penting dosen dalam mendukung keberhasilannya, yang menjadi pelajaran berharga bagi dunia pendidikan dalam menciptakan lingkungan inklusif.

Tantangan yang Dihadapi Fraire

Perjalanan Fraire sebagai mahasiswa penyandang disabilitas di Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Unmus Merauke penuh dengan tantangan, baik personal maupun akademik. Keterbatasan fisik dan mentalnya memengaruhi proses belajar, terutama dalam komunikasi, menghadapi stigma sosial, dan mengatasi kurangnya rasa percaya diri. Semua ini memberikan dampak signifikan terhadap kehidupan Fraire di kampus. 

Kesulitan komunikasi adalah salah satu rintangan terbesar bagi Fraire. Ucapannya sering tersendat, sulit dipahami oleh dosen maupun teman-teman sekelas, sehingga menghambat kegiatan belajar yang sangat bergantung pada komunikasi verbal. Akibatnya, Fraire merasa terisolasi dan berbeda dari mahasiswa lain, yang memperburuk rasa tidak percayanya pada diri sendiri. 

Selain itu, Fraire juga harus melawan stigma dan anggapan bahwa ia seharusnya memilih program studi lain yang dianggap lebih cocok dengan keterbatasannya. Keraguan dari lingkungan ini mencerminkan kurangnya pemahaman tentang potensi individu dengan disabilitas, sekaligus memaksanya untuk membuktikan bahwa dirinya mampu menghadapi tantangan di jurusan yang dipilihnya. 

Meski menghadapi berbagai hambatan, kisah Fraire membuktikan bahwa keterbatasan tidak harus menjadi penghalang untuk meraih tujuan. Dengan dukungan yang tepat dan tekad yang kuat, ia mampu mengatasi tantangan tersebut, memberikan pelajaran berharga tentang keberanian dan ketekunan dalam dunia pendidikan. 

Peran Dosen dan Prodi dalam Mendukung Fraire

Keberhasilan Fraire meraih gelar Sarjana Pendidikan tidak terlepas dari dukungan signifikan dosen dan program studi (Prodi). Dosen pembimbing, bersama kebijakan yang diimplementasikan oleh Ketua Prodi, memainkan peran penting dalam menciptakan lingkungan belajar yang inklusif. Dengan pendekatan penuh kesabaran, empati, serta fleksibilitas, mereka membantu Fraire mengatasi hambatan akademik dan membangun rasa percaya dirinya. 

Para dosen pembimbing menunjukkan kesabaran dan empati luar biasa dalam mendukung Fraire menyelesaikan tugas akademik, khususnya skripsi. Mereka memahami bahwa ia membutuhkan waktu lebih untuk menyesuaikan diri dan menyelesaikan tugas-tugasnya karena keterbatasan fisik dan mental. Pendampingan intensif tidak hanya membantu Fraire memahami materi, tetapi juga membangun kepercayaan dirinya. 

Empati para dosen terlihat dalam cara mereka memberikan arahan dengan bahasa sederhana dan jelas, serta membangun komunikasi personal. Selain sebagai pengajar, mereka juga menjadi motivator yang memberikan dorongan moral. Kesabaran mereka dalam membimbing Fraire adalah contoh dedikasi seorang pendidik untuk membantu mahasiswa mengatasi keterbatasan. 

Ketua Prodi PBSI turut memberikan kontribusi besar melalui kebijakan inklusif yang memastikan Fraire mendapatkan akses adil terhadap pendidikan. Kebijakan ini mencakup ruang bagi dosen untuk menyesuaikan metode pembelajaran dan memupuk semangat kolaborasi antara dosen serta mahasiswa lainnya agar Fraire merasa diterima. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun