Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Hobi membaca dan menulis. Selain buku nonfiksi, menghasilkan tulisan narasi, cerpen, esai, artikel, yang termuat dalam berbagai media. Minat akan filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Moto: “Bukan banyaknya melainkan mutunya” yang mendorong berpikir kritis, kreatif, mengedepankan solusi dan pencerahan dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

[Novel] Menapak Jejak di Kimaam, Episode 57-58

27 November 2024   05:30 Diperbarui: 27 November 2024   08:43 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Cover Novel Menapak Jejak di Kimaam (Dokumentasi Pribadi)

"Ada seminar tentang pertanian berkelanjutan besok. Kamu mau ikut?" Teguh bertanya sambil menunjukkan brosur acara.

"Tentu saja. Aku penasaran bagaimana mereka menggabungkan teknologi dengan praktik ramah lingkungan," jawab Josefa.

Salah satu momen berkesan adalah ketika Teguh mengajak Josefa untuk melakukan kunjungan lapangan ke beberapa petani lokal di sekitar Bogor. Di sana, Josefa dapat melihat langsung penerapan teknik-teknik modern yang mereka pelajari di kelas dalam skala kecil. Mereka berdua juga berkesempatan untuk berdiskusi dengan petani-petani itu, memahami tantangan dan kebutuhan mereka dalam beradaptasi dengan perubahan iklim dan pasar.

"Pak Budi, bagaimana cara Anda mengatasi hama tanpa menggunakan pestisida kimia?" tanya Josefa penuh rasa ingin tahu.

"Kami menggunakan pestisida alami dari daun nimba dan serai wangi. Ini cukup efektif dan tidak merusak tanah," jawab Pak Budi, seorang petani lokal, sambil menunjukkan ramuan pestisida alami yang dibuatnya.

Tidak hanya membahas hal-hal teknis, Teguh juga mendorong Josefa untuk mempertimbangkan secara mendalam dampak sosial dan ekologis dari setiap inovasi yang mereka pelajari. Mereka berbagi pandangan tentang pentingnya menghormati dan memanfaatkan kearifan lokal dalam mengembangkan solusi pertanian yang berkelanjutan dan menguntungkan bagi masyarakat lokal.

"Teguh, bagaimana kita bisa memastikan bahwa inovasi kita tidak hanya efektif, tapi juga diterima oleh masyarakat di kampungku?" tanya Josefa saat mereka duduk di bawah pohon rindang di kampus.

"Kita harus melibatkan mereka sejak awal, Josefa. Mendengarkan kebutuhan dan kekhawatiran mereka. Dengan begitu, kita bisa mengembangkan solusi yang benar-benar bermanfaat dan diterima," jawab Teguh dengan penuh keyakinan.

Bagi Josefa, bertemu dengan Teguh adalah titik balik penting dalam perjalanannya di Bogor. Kehadiran Teguh tidak hanya memberinya teman sejati untuk berbagi visi dan impian, tetapi juga membuka matanya lebih lebar terhadap potensi nyata perpaduan antara kearifan lokal Papua dengan teknologi modern. Bersama Teguh, Josefa semakin yakin bahwa apa pun tantangannya, dia memiliki dukungan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk membawa perubahan yang positif bagi komunitasnya di Kampung Tabonji.

Kesan Pertama tentang Teguh

Ketika Josefa pertama kali bertemu dengan Teguh di Institut Pertanian Bogor (IPB), kesan pertama yang dia rasakan adalah kehangatan dan semangat yang memancar dari pemuda Semarang itu. Dalam suasana yang awalnya canggung di perpustakaan kampus, Teguh dengan cepat mencairkan keheningan dengan sapaan ramahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun