Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan

Pencinta membaca dan menulis, dengan karya narasi, cerpen, esai, dan artikel yang telah dimuat di berbagai media. Tertarik pada filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Berpegang pada moto: “Bukan banyaknya, melainkan mutunya,” selalu mengutamakan pemikiran kritis, kreatif, dan solusi inspiratif dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kebiasaan Utama Pembentukan Karakter di Lembaga Pendidikan Model Asrama Menuju Peradaban

26 November 2024   05:30 Diperbarui: 26 November 2024   07:30 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Di era modern yang penuh tantangan global, pendidikan karakter menjadi kebutuhan mendesak untuk membekali generasi muda dengan nilai-nilai integritas, tanggung jawab, dan kepedulian sosial sebagai fondasi menghadapi perubahan dengan landasan moral yang kuat. Menyadari pentingnya hal ini, Mendikdasmen Kabinet Merah Putih, Abdul Mu'ti, menggagas program penanaman karakter melalui kebiasaan terstruktur yang akan diluncurkan Desember 2024, berfokus pada tujuh kebiasaan utama seperti bangun pagi, beribadah, dan bermasyarakat untuk membentuk kepribadian dan peradaban. Pola pendidikan berasrama dipandang ideal dalam pembinaan karakter ini, menciptakan lingkungan holistik yang memungkinkan siswa menerapkan kebiasaan positif dalam komunitas yang mendukung, seperti yang diterapkan di Seminari Menengah, yaitu rutinitas berimbang antara kegiatan akademik dan pengembangan moral dan spiritual berhasil mencetak individu berkarakter kuat dan siap memimpin.

Peran Fasilitas Asrama dalam Pendidikan Karakter

Fasilitas asrama memiliki peran penting dalam membentuk karakter generasi muda dengan menekankan nilai-nilai disiplin, tanggung jawab, dan kemandirian. Di asrama, kebiasaan positif dapat terbentuk dan dipantau secara konsisten, memungkinkan integrasi antara aspek akademik dan kehidupan harian siswa.

Lingkungan asrama mendukung pendidikan karakter yang lebih intensif dibandingkan pendidikan harian biasa. Menurut Emile Durkheim dalam Education and Sociology (1956), pendidikan bertujuan menanamkan nilai moral dan keterampilan sosial dalam komunitas. Di asrama, rutinitas seperti bangun pagi, berolahraga, dan beribadah menjadi aktivitas terarah yang jika dilakukan teratur, membentuk kepribadian positif. Dokumen Gravissimum Educationis (1965) menyebutkan pendidikan asrama ideal untuk mengembangkan aspek akademik, moral, dan spiritual siswa.

Model pendidikan asrama seperti di seminari menekankan integrasi antara pendidikan formal dan kehidupan harian. Dalam model ini, aturan ketat memastikan bahwa jika seorang siswa dikeluarkan dari sekolah, ia tidak bisa tinggal di asrama, menegaskan bahwa pengembangan karakter siswa terjadi di semua aspek kehidupan mereka, bukan hanya di ruang kelas.

John Dewey dalam Democracy and Education (1916) menyatakan pendidikan harus mencakup seluruh aspek kehidupan siswa. Di seminari, kegiatan akademik dan rutinitas harian di asrama dirancang untuk mendukung kepribadian yang kuat dan mandiri. Model ini menginspirasi lembaga pendidikan lain dalam membentuk generasi penerus yang berkarakter melalui pendidikan asrama yang efektif dan terintegrasi.

Tujuh Pembiasaan Utama di Lingkungan Model Asrama

Pendidikan asrama memungkinkan penerapan kebiasaan positif secara terstruktur yang membantu siswa mengembangkan karakter kuat, tanggung jawab, dan disiplin diri. Tujuh kebiasaan utama yang ditanamkan meliputi bangun pagi, beribadah, berolahraga, membaca, makan sehat, bermasyarakat, dan tidur tepat waktu, yang bersama-sama membentuk kepribadian siswa dalam aspek fisik, mental, spiritual, dan sosial.

Kebiasaan ini diterapkan di seminari. Siswa bangun pagi, mengikuti ibadah dan aktivitas yang melatih disiplin dan spiritualitas. Siswa juga memulai hari dengan doa, ibadah, dan sarapan bersama. Setiap kegiatan diarahkan untuk membangun rutinitas yang mendukung kesehatan mental dan fisik siswa.

Setelah sarapan, kegiatan akademik dimulai, diikuti dengan doa dan makan siang bersama. Sore hari siswa mengikuti studi mandiri dan kegiatan fisik seperti olahraga atau kerja bakti, yang membantu menjaga kesehatan tubuh dan menumbuhkan tanggung jawab terhadap diri. Malam hari, setelah mandi dan studi kedua, para siswa melakukan kegiatan ibadah sore dan berlanjut ke studi ketiga. Ada pula waktu rekreasi yang mereka manfaatkan untuk bermain, bercengkerama, atau berlatih alat musik, sebelum menutup hari dengan doa malam dan istirahat. Waktu makan dan ibadah bersama menciptakan momen interaksi dan kebersamaan di antara siswa, memperkuat hubungan sosial dan kerja sama di lingkungan asrama. Kebiasaan hidup berasrama ini menjadi sarana pembelajaran karakter yang mengintegrasikan dimensi akademik dan spiritual.

Durkheim (1956) menekankan bahwa pendidikan berbasis kebiasaan terstruktur membentuk kesadaran moral siswa. Sistem pendidikan asrama yang memadukan aspek kehidupan sehari-hari dengan nilai akademik ini memperkuat kesadaran tanggung jawab dan disiplin dalam diri siswa. Model pendidikan seminari menunjukkan bahwa disiplin diri, integritas, dan ketahanan mental dibentuk dari kebiasaan yang diterapkan konsisten. Para siswa terbukti siap menghadapi tantangan hidup dan berkembang menjadi pribadi yang seimbang secara fisik, emosional, dan spiritual, serta berpotensi menjadi pemimpin yang berkomitmen pada nilai-nilai moral yang tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun