Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan

Pencinta membaca dan menulis, dengan karya narasi, cerpen, esai, dan artikel yang telah dimuat di berbagai media. Tertarik pada filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Berpegang pada moto: “Bukan banyaknya, melainkan mutunya,” selalu mengutamakan pemikiran kritis, kreatif, dan solusi inspiratif dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Simbol Harapan di Tengah Kehancuran, Keajaiban Tempat Suci yang Tak Tersentuh

14 November 2024   06:05 Diperbarui: 14 November 2024   09:50 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pada 3-4 November 2024, letusan dahsyat Gunung Lewotobi di Flores Timur memaksa ribuan warga mengungsi, menghancurkan desa-desa, dan menelan korban jiwa. Di tengah kehancuran ini, sebuah keajaiban menjadi perbincangan: Kapel Seminari Hokeng dan Patung Bunda Maria di Gereja Bawalatang tetap utuh, seolah terlindungi dari amukan alam. Bagi masyarakat, keutuhan tempat-tempat suci ini melambangkan kekuatan iman dan harapan di tengah bencana. Artikel ini bertujuan menggali makna fenomena seperti ini, mengapa tempat-tempat religius bertahan saat lainnya hancur, dan bagaimana simbol sakral ini memperkuat keyakinan serta ketahanan masyarakat.

Fenomena Keajaiban di Tengah Bencana

Di tengah peristiwa bencana yang mengakibatkan kehancuran luas, sering terdapat kisah-kisah tentang tempat-tempat suci yang tetap berdiri kokoh, meskipun bangunan di sekitarnya hancur. Fenomena ini mengundang perenungan, apakah keberadaan dan kelestarian tempat-tempat suci tersebut hanyalah kebetulan atau memiliki makna lebih dalam sebagai tanda perlindungan ilahi.

Kapel Bunda Maria, Larantuka: Ketika banjir besar melanda Larantuka pada tahun 1979 dan menghancurkan banyak bangunan serta menelan korban jiwa, Kapel Bunda Maria tetap utuh, seakan dilindungi. Penduduk menganggap ini sebagai campur tangan ilahi dan simbol pengharapan, meyakini Tuhan hadir melalui tempat suci mereka.

Gereja di Meksiko: Gempa bumi besar yang mengguncang Meksiko pada tahun 1985 meruntuhkan banyak bangunan, namun sebuah gereja tetap berdiri. Ahli arsitektur mengaitkannya dengan teknik bangunan yang kokoh, tetapi umat menganggapnya sebagai bukti perlindungan ilahi. Steven Smith dalam Divine Architecture: Sacred Places and Their Resilience (2016) menyatakan, "kekuatan struktur bangunan sakral sering diperkuat oleh iman yang mengelilinginya."

Patung Buddha di Jepang, Tsunami 2011: Tsunami tersebut menghancurkan wilayah timur Jepang, tetapi sebuah patung Buddha tetap utuh di tengah kehancuran. Hiroshi Nakamura, ahli geologi dari Tokyo University, menyebut lokasi dan material patung sebagai pelindungnya, namun menambahkan bahwa patung ini menjadi simbol harapan bagi yang terdampak (Sacred Landmarks in the Face of Disasters, 2013).

Gereja di Hiroshima, 1945: Bom atom Hiroshima menghancurkan hampir seluruh kota, tetapi Gereja Our Lady's Assumption tetap berdiri. Bagi masyarakat, gereja ini menjadi simbol pengharapan. Paus Pius XII dalam The Light in the Darkness (1944) menyatakan, "Di antara puing-puing, Tuhan memberikan tanda, bukti kehadiran-Nya yang tidak akan pernah meninggalkan umat-Nya."

Tren tempat-tempat suci yang tetap terlindungi di tengah bencana besar menampakkan pola yang menarik. Dari Larantuka hingga Hiroshima, tempat-tempat religius ini seolah dilindungi oleh kekuatan yang lebih besar. Menurut James O'Connor dalam Sacred Architecture and Divine Providence (2018), "fenomena ini menyiratkan simbolisme perlindungan Tuhan atas umat-Nya, sebagai pengingat bahwa iman dan ketenangan tetap kokoh di tengah kekacauan." Santo Thomas Aquinas juga menyatakan bahwa "bangunan yang didedikasikan kepada Tuhan mencerminkan kehadiran-Nya, melindungi umat dari kehancuran fisik dan spiritual" (Summa Theologiae). Paus Yohanes Paulus II, dalam Faith and the Miraculous (1985), menegaskan bahwa tempat-tempat suci yang tetap berdiri di tengah bencana mengingatkan manusia akan kehadiran Tuhan yang melampaui kekuatan alam.

Fenomena ini membawa makna ganda. Ilmuwan mungkin mencari penjelasan fisik dari kekokohan struktur, tetapi bagi masyarakat, ini adalah tanda perlindungan Tuhan. Kejadian-kejadian ini memberi kekuatan dan ketenangan, memperkuat keyakinan bahwa Tuhan hadir dan melindungi mereka, melampaui kuasa alam.

Makna dan Persepsi Masyarakat terhadap Keajaiban Tempat Suci yang Bertahan

Tempat-tempat suci yang tetap utuh di tengah bencana sering dilihat sebagai keajaiban, mengundang berbagai interpretasi. Bagi masyarakat beriman, ini dianggap sebagai tanda perlindungan Tuhan yang menunjukkan kehadiran-Nya, sementara ilmuwan dan arsitek melihatnya dari sisi teknis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun