Renungan setelah Pesta
Setelah merasakan kesemarakkan Pesta Adat Dambu di Kampung Tabonji, Josefa merenung dengan dalam. Di tengah keindahan alam Pulau Kimaam pada tahun 2008, Josefa terpesona oleh ubi-ubi besar yang ditanam dengan teknik tradisional oleh penduduk kampung. Suasana pesta memenuhi dirinya dengan rasa kekaguman dan keingintahuan yang mendalam tentang bagaimana masyarakat lokal bisa berhasil tanpa bergantung pada teknologi modern.
"Josefa, kau masih terpikirkan tentang ubi-ubi besar itu, ya?" tanya Didimus sambil tersenyum, menghampiri Josefa yang sedang duduk di pinggir sungai.
"Iya, Didimus. Aku benar-benar kagum bagaimana mereka bisa menanam ubi sebesar itu dengan cara tradisional," jawab Josefa sambil menggelengkan kepala takjub.
Didimus mengangguk. "Memang luar biasa. Kearifan lokal mereka begitu kuat. Mungkin ini salah satu hal yang harus kita pelajari lebih dalam."
Pesta Adat Dambu tidak hanya menjadi perayaan budaya semata, tetapi juga menjadi titik awal Josefa untuk mempertanyakan perbedaan antara pengetahuan tradisional dan ilmu pengetahuan modern. Dia merasa terdorong untuk menjelajahi lebih dalam mengenai kearifan lokal yang telah terbukti berdaya tahan selama bertahun-tahun, seperti yang tercermin dalam keberhasilan pertanian ubi-ubi di kampungnya.
"Apakah kamu berpikir untuk mempelajari lebih dalam tentang cara-cara tradisional ini, Josefa?" tanya Didimus, penasaran.
"Tentu saja, Didimus. Aku ingin tahu bagaimana mereka bisa melakukannya tanpa bantuan teknologi modern. Mungkin ada sesuatu yang bisa kita kombinasikan dengan ilmu pertanian yang lebih maju," jawab Josefa dengan penuh semangat.
Menghadiri pesta ini juga membawa Josefa untuk melihat betapa eratnya komunitas Kampung Tabonji dalam menjaga dan memelihara tradisi mereka. Di balik kegembiraan pesta, Josefa juga merasakan tanggung jawab untuk menghormati serta melestarikan warisan budaya yang telah diwariskan oleh nenek moyang mereka.
"Kamu benar, Josefa. Kekuatan kita terletak pada kebersamaan dan rasa hormat terhadap tradisi," kata Didimus sambil melihat ke arah para sesepuh yang sedang berbincang.