Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Hobi membaca dan menulis. Selain buku nonfiksi, menghasilkan tulisan narasi, cerpen, esai, artikel, yang termuat dalam berbagai media. Minat akan filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Moto: “Bukan banyaknya melainkan mutunya” yang mendorong berpikir kritis, kreatif, mengedepankan solusi dan pencerahan dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Figur Otoritas Guru dan Dokter: Membimbing atau Mengendalikan?

24 Agustus 2024   06:05 Diperbarui: 25 Agustus 2024   12:44 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dalam dunia pendidikan, pemikiran kritis adalah kunci bagi siswa untuk berkembang menjadi pembelajar yang mandiri dan mampu mengambil tanggung jawab atas pembelajarannya. Misalnya, ketika seorang guru memberikan instruksi atau pendapat, siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis akan mempertanyakan logika di balik instruksi tersebut, mencari pemahaman yang lebih dalam, dan mempertimbangkan berbagai alternatif sebelum mengambil tindakan. Di dunia medis, pemikiran kritis sangat penting bagi pasien. Pasien yang mengembangkan pemikiran kritis lebih mampu mengevaluasi nasihat medis, memahami risiko dan manfaat berbagai pilihan perawatan, dan membuat keputusan yang paling sesuai dengan nilai-nilai dan kebutuhannya. Menurut Alfi Kohn (2010), dalam The Empowered Patient, pasien yang berpikir kritis cenderung lebih aktif dalam proses pengambilan keputusan medis, lebih terlibat dalam perawatannya, dan memiliki hasil kesehatan yang lebih baik.

Cara mengembangkan pemikiran kritis tanpa merugikan figur otoritas: Mengembangkan pemikiran kritis tidak berarti mengabaikan atau merendahkan figur otoritas. Sebaliknya, menemukan keseimbangan antara menerima bimbingan yang diberikan dan mempertanyakan informasi yang disampaikan untuk memastikan bahwa keputusan yang diambil adalah yang terbaik bagi individu tersebut.

Pertama, mendorong dialog terbuka antara individu dan figur otoritas. Dalam konteks pendidikan, guru harus menciptakan lingkungan sedemikian sehingga siswa merasa aman mengajukan pertanyaan dan mengekspresikan pendapatnya tanpa takut dihakimi.

Kedua, individu perlu dilatih untuk mengevaluasi informasi yang diterima, baik dari figur otoritas maupun sumber lain. Ini melibatkan memeriksa sumber informasi, mempertimbangkan bias, dan mencari bukti yang mendukung atau menentang klaim yang diberikan.

Ketiga, penting bagi individu untuk mengeksplorasi berbagai perspektif sebelum membuat keputusan. Misalnya, dalam konteks medis, pasien didorong untuk mencari opini kedua atau ketiga dari dokter lain sebelum memutuskan prosedur medis yang serius. Ini membantu memastikan bahwa keputusan yang diambil didasarkan pada pemahaman yang komprehensif tentang semua opsi yang tersedia.

Keempat, pemikiran kritis harus dilakukan dengan tetap menghargai figur otoritas. Ini berarti memahami bahwa otoritas memiliki pengetahuan dan pengalaman yang berharga, dan menyadari bahwa mereka tidak kebal terhadap kesalahan atau bias. Dengan kata lain, pemikiran kritis tidak dimaksudkan untuk menentang otoritas, tetapi memastikan bahwa keputusan yang diambil adalah yang terbaik berdasarkan analisis yang penuh pertimbangan.

Pemikiran kritis adalah keterampilan penting dalam berinteraksi dengan figur otoritas, seperti guru dan dokter. Individu perlu mengembangkan kemampuan untuk menganalisis dan mengevaluasi informasi agar dapat membuat keputusan yang tepat. Dalam pendidikan, pemikiran kritis membantu siswa menjadi pembelajar mandiri dan memahami instruksi lebih baik. Di bidang medis, ini memberikan pasien kepercayaan diri untuk terlibat dalam keputusan kesehatannya. Pemikiran kritis dapat memperkaya interaksi dengan otoritas, menjadikannya lebih bermakna dan berdampak positif pada pertumbuhan individu.

Merauke, 24 Agustus 2024

Agustinus Gereda

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun