Kesuksesan sering menjadi tujuan banyak orang, namun tantangan utama adalah menjaga kerendahan hati di tengah pencapaian. Tanpa sikap ini, kesuksesan dapat menjadi rapuh. Kerendahan hati berfungsi sebagai penyeimbang yang memperkuat karakter dan integritas. Tokoh seperti Nelson Mandela dan Warren Buffett menunjukkan bahwa sukses sejati diukur dari prestasi dan nilai-nilai luhur. Artikel ini berusaha membahas pentingnya kerendahan hati dalam menjaga keseimbangan antara ambisi dan kemanusiaan, serta cara menerapkannya dalam perjalanan menuju kesuksesan.
Mengapa Kerendahan Hati Penting di Tengah Kesuksesan
Kesuksesan dan pengaruhnya terhadap sikap seseorang: Kesuksesan, terutama ketika dicapai dalam skala besar, dapat membawa perubahan signifikan dalam sikap seseorang. Menurut Dacher Keltner (2016), dalam The Power Paradox: How We Gain and Lose Influence, ketika seseorang mencapai kesuksesan, ia cenderung merasa lebih kuat dan berpengaruh, yang kemudian dapat mengubah cara dia memandang diri sendiri dan orang lain. Fenomena ini sebagai "paradoks kekuasaan," karena semakin besar kekuasaan atau kesuksesan yang dimiliki seseorang, semakin besar pula risikonya untuk kehilangan empati dan sikap rendah hati Seseorang yang mengalami kesuksesan besar mungkin mulai menganggap pencapaian tersebut sebagai hasil dari usaha pribadi semata, sehingga lupa akan peran orang lain dan faktor eksternal yang turut berkontribusi. Hal ini sering menyebabkan timbulnya rasa superioritas, sehingga individu merasa lebih baik atau lebih penting daripada orang-orang di sekitarnya. Padahal, kesuksesan yang diraih tidak selalu berdiri sendiri; itu adalah hasil dari kombinasi kerja keras, peluang, dukungan, dan keberuntungan.
Dalam proses meraih kesuksesan, seseorang dapat terjebak dalam ego dan kesombongan yang tidak disadari. Tuhan memperingatkan bangsa Israel agar tidak menjadi sombong setelah mereka memasuki tanah yang berlimpah susu dan madu (Ul 8:12-14). Hal ini menegaskan bahwa keberhasilan materiil dapat membuat seseorang menjadi sombong dan lupa akan asal-usulnya, termasuk Tuhan yang memberi kekuatan untuk meraih keberhasilan tersebut. Paus Fransiskus dalam Evangelii Gaudium (2013) menegaskan bahwa "godaan terbesar bagi orang-orang yang telah mencapai banyak hal adalah berpikir bahwa mereka tidak lagi membutuhkan Tuhan atau sesama." Ini adalah pengingat bahwa kesuksesan duniawi seharusnya tidak menjauhkan seseorang dari iman dan hubungan dengan Tuhan.
Dampak negatif dari kesombongan atau kehilangan diri saat meraih sukses: Kesombongan yang muncul setelah meraih kesuksesan dapat memiliki dampak negatif yang luas. Menurut Ryan Holiday (2026), dalam Ego is the Enemy, kesombongan membuat seseorang kehilangan perspektif dan cenderung mengabaikan nasihat yang berguna, sehingga menutup peluang untuk belajar dan berkembang lebih lanjut. Ego juga dapat merusak hubungan dengan orang lain, karena kesombongan menciptakan jarak dan ketidakpercayaan. Kesombongan adalah salah satu dosa yang paling sering disebut dalam Kitab Suci dan dianggap sebagai awal dari kejatuhan banyak tokoh besar (Ams 16:18). Kesombongan dapat membawa kehancuran tidak hanya dalam hal spiritual, tetapi juga dalam hubungan pribadi dan profesional. Ketika seseorang menjadi sombong, ia cenderung mengabaikan orang lain, meremehkan nasihat, dan kehilangan kemampuan untuk berempati. Akibatnya, hubungan dengan orang lain terganggu dan kepercayaan yang dibangun dengan susah payah bisa hancur dalam sekejap. Menurut ajaran Katolik, kesombongan dapat merusak hubungan seseorang dengan Tuhan dan sesama, dan ini adalah sesuatu yang harus dihindari oleh mereka yang telah mencapai kesuksesan.
Pentingnya kerendahan hati dalam menjaga hubungan baik dan mempertahankan integritas: Kerendahan hati memainkan peran penting dalam menjaga hubungan yang baik dengan orang lain, terutama di tengah kesuksesan. Sikap rendah hati membantu individu untuk melihat nilai dan kontribusi orang lain, yang pada gilirannya membangun ikatan yang lebih kuat dan mendalam. Selain itu, Kerendahan hati membantu dalam membuat keputusan yang berlandaskan nilai-nilai moral, bukan hanya dorongan ego atau ambisi pribadi. Kerendahan hati adalah kebajikan yang sangat dijunjung tinggi dalam ajaran Gereja, karena ia menjaga seseorang agar tetap rendah hati di hadapan Tuhan dan sesama (Luk 14:11). Menurut Paus Benediktus XVI, dalam Caritas in Veritate (2009), "Hanya dalam kerendahan hati kita bisa mengasihi dan melayani sesama dengan tulus tanpa mencari pengakuan atau imbalan." Ini menunjukkan bahwa kerendahan hati tidak hanya penting untuk menjaga integritas pribadi, tetapi juga membangun hubungan yang kuat dan autentik dengan orang lain.
Ciri-ciri Orang yang Sukses tapi Tak Lupa Diri
Sikap rendah hati dan bersyukur atas pencapaian: Rendah hati bukan berarti merendahkan diri, melainkan memiliki kesadaran yang dalam akan keterbatasan diri dan kebesaran kontribusi orang lain. Menurut C.S. Lewis (1952), dalam Mere Christianity, sikap rendah hati mengakui bahwa setiap pencapaian adalah hasil dari kerja keras yang didukung oleh banyak faktor di luar diri, termasuk bantuan orang lain dan berkat dari Tuhan. Dalam ajaran Gereja Katolik, kerendahan hati dianggap sebagai salah satu kebajikan utama yang harus dimiliki setiap orang, terutama mereka yang telah diberkati dengan kesuksesan (Flp 1:3). Ini menegaskan pentingnya memiliki sikap rendah hati dan bersyukur, dengan mengakui bahwa setiap pencapaian adalah anugerah yang harus disyukuri, bukan alat untuk meninggikan diri.
Kesediaan untuk terus belajar dan menerima kritik: Orang yang sukses namun tetap rendah hati memiliki kesediaan untuk terus belajar dan menerima kritik sebagai bagian dari proses pengembangan diri. Mereka tidak merasa diri sudah tahu segalanya dan justru melihat kritik sebagai peluang untuk menjadi lebih baik. Menurut ajaran Gereja Katolik, manusia harus selalu berusaha untuk bertumbuh dalam kebijaksanaan dan pengetahuan (Ams 15 :31-32). Ini menekankan kesediaan untuk menerima kritik dan belajar dari kesalahan adalah tanda dari seseorang yang bijaksana dan rendah hati.
Menghargai orang lain dan berbagi kesuksesan dengan mereka: Seseorang yang sukses namun tak lupa diri akan selalu menghargai peran orang lain dalam keberhasilannya dan tidak segan untuk berbagi kesuksesan tersebut. Ini bukan hanya soal materi, tetapi juga tentang memberikan dukungan, waktu, dan perhatian kepada orang lain. Dengan menghargai dan berbagi kesuksesan, seseorang meningkatkan pengaruh positifnya di komunitas. Paus Fransiskus dalam Fratelli Tutti (2020) menekankan bahwa setiap orang dipanggil untuk hidup dalam persaudaraan dan saling berbagi, tidak hanya dalam hal materi, tetapi juga dalam cinta dan perhatian. Ini sejalan dengan ajaran Yesus dalam Injil (Mat 25:35), yang menekankan bahwa menghargai orang lain dan berbagi adalah panggilan bagi setiap orang, terutama mereka yang telah diberkati dengan kesuksesan.
Cara Tetap Rendah Hati di Tengah Keberhasilan