Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Hobi membaca dan menulis. Selain buku nonfiksi, menghasilkan tulisan narasi, cerpen, esai, artikel, yang termuat dalam berbagai media. Minat akan filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Moto: “Bukan banyaknya melainkan mutunya” yang mendorong berpikir kritis, kreatif, mengedepankan solusi dan pencerahan dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

119 Tahun Berkembang: Gereja Katolik KAMe di Tengah Tantangan Pluralitas dan Identitas

14 Agustus 2024   04:39 Diperbarui: 14 Agustus 2024   04:49 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Gereja Katolik di Papua Selatan memiliki sejarah yang dimulai dengan kedatangan misionaris pada 1905, yang membawa perubahan signifikan bagi masyarakat. Pendirian Keuskupan Agung Merauke (KAMe) pada 1966 menjadi tonggak penting, menjadikan gereja sebagai pusat spiritual sekaligus berkontribusi dalam bidang pendidikan dan kesehatan. 

Gereja mendirikan sekolah dan pusat kesehatan, membantu meningkatkan kualitas hidup dan mencerdaskan generasi muda. Perayaan 119 tahun keberadaan Gereja Katolik,14 Agustus 2024, menjadi momen refleksi terhadap keberhasilan dan tantangan dalam konteks pluralitas serta identitas, di mana KAMe terus berupaya menjaga relevansi dan kontribusinya bagi masyarakat.

Perkembangan Gereja Katolik Merauke

Sejak awal berdirinya, Gereja Katolik di Merauke telah mengalami pertumbuhan yang signifikan dalam jumlah umat. Hal ini dapat dilihat dari jumlah baptisan, partisipasi umat dalam perayaan-perayaan gerejawi, pembentukan kevikepan, dan pemekaran berbagai paroki. Beberapa uskup KAMe patut disebutkan, yaitu Herman Tillemans MSC (1966-1972), Jacobus Duivenvoorde MSC (1972-2004), Nicolaus Adi Seputra MSC (2004-2020), dan Petrus Canisius Mandagi MSC yang sekarang menjabat.

Jumlah umat Katolik di Merauke kini mencapai 187.291 jiwa (data 2024), dengan persentase yang hampir seimbang antara umat asli Papua dan pendatang. Umat asli Papua, yang awalnya menerima misi Katolik, kini menjadi bagian penting dari komunitas Katolik di daerah ini, sementara umat pendatang dari berbagai daerah di Indonesia (misalnya Kei, Tanimbar, Manado, NTT) memperkaya keragaman dalam komunitas ini. Perbedaan latar belakang budaya dan etnis di antara umat Katolik mencerminkan pluralitas yang ada di Merauke, menjadikan Gereja sebagai tempat untuk mempererat hubungan antarkelompok.

Kevikepan merupakan struktur administratif dalam Gereja Katolik yang berfungsi untuk memperkuat koordinasi dan pelayanan pastoral di tingkat lokal. Pembentukan kevikepan di Merauke bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pelayanan pastoral, menjangkau umat dengan lebih baik, dan mengakomodasi pertumbuhan jumlah umat yang semakin meningkat. Sampai saat ini terdapat enam kevikepan, yakni Merauke, Wendu, Kimaam (Kabupaten Merauke), Kepi dan Bade (Kabupaten Mappi, dan Mindiptana (Kabupaten Boven Digoel).

Dampak pembentukan kevikepan terhadap pelayanan pastoral sangat terasa. Kevikepan membantu dalam perencanaan dan pelaksanaan program-program pastoral yang lebih terfokus dan terarah. Dengan adanya kevikepan, Gereja lebih responsif terhadap kebutuhan umat di berbagai wilayah, serta memfasilitasi komunikasi yang lebih baik antara para imam, suster, dan umat. Hal ini pada gilirannya meningkatkan kualitas pelayanan dan keterlibatan umat dalam kegiatan Gereja.

Gereja Katolik KAMe aktif melaksanakan berbagai program pastoral untuk melayani umat. Program-program ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan spiritual, sosial, dan ekonomi umat, serta mendorong pemberdayaan masyarakat. Misalnya katekese, liturgi dan peribadatan, pelayanan sosial ekonomi, dan pemberdayaan masyarakat. 

Melalui berbagai program pastoral ini, Gereja Katolik KAMe berperan aktif dalam membangun masyarakat yang lebih sejahtera dan beriman, serta menjaga keharmonisan dan kerja sama di antara umat yang beragam.

Tantangan Pluralitas dan Identitas

Papua Selatan, termasuk Merauke, dikenal dengan keberagaman suku, budaya, dan agama. Wilayah ini merupakan rumah bagi berbagai suku asli Papua, seperti suku Marind, Asmat, Muyu, Mandobo, dan Auyu yang masing-masing memiliki bahasa, adat istiadat, dan sistem kepercayaan yang unik. Selain suku asli, terdapat pula penduduk pendatang dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Jawa, Sulawesi, NTT, Maluku, dan lain-lain, yang membawa budaya dan tradisi mereka sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun