Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Hobi membaca dan menulis. Selain buku nonfiksi, menghasilkan tulisan narasi, cerpen, esai, artikel, yang termuat dalam berbagai media. Minat akan filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Moto: “Bukan banyaknya melainkan mutunya” yang mendorong berpikir kritis, kreatif, mengedepankan solusi dan pencerahan dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

119 Tahun Berkembang: Gereja Katolik KAMe di Tengah Tantangan Pluralitas dan Identitas

14 Agustus 2024   04:39 Diperbarui: 14 Agustus 2024   10:37 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Keberagaman ini menciptakan masyarakat yang kaya akan budaya, namun juga menghadirkan tantangan dalam menjaga keharmonisan antarkelompok. Pluralitas ini menjadi bagian penting dari identitas sosial di Papua Selatan, dan Gereja Katolik KAMe berusaha memainkan peran dalam mempromosikan toleransi dan dialog antaragama serta budaya.

Migrasi penduduk ke Merauke, baik dari dalam maupun luar Papua (terutama dari Jawa), telah berdampak signifikan terhadap komposisi umat Katolik di daerah ini. Pertumbuhan ekonomi dan pembangunan infrastruktur menarik banyak pendatang yang mencari peluang kerja dan kehidupan yang lebih baik. Migrasi ini membawa perubahan dalam demografi umat Katolik, yang kini mencakup beragam latar belakang etnis dan budaya.

Dampak dari migrasi ini adalah meningkatnya kebutuhan untuk menyesuaikan pelayanan pastoral agar relevan bagi seluruh umat yang beragam. Gereja Katolik harus mampu menjawab tantangan ini dengan menyediakan ruang bagi perbedaan dan memfasilitasi integrasi umat dari berbagai latar belakang.

Dalam menghadapi pengaruh budaya global dan lokal, Gereja Katolik KAMe berupaya mempertahankan identitas Katolik yang kuat. Tantangan ini meliputi penetrasi budaya modern yang sering bertentangan dengan nilai-nilai iman dan pengaruh adat lokal yang masih kental.

Upaya yang dilakukan oleh Gereja, antara lain meliputi penguatan pendidikan agama, dengan tekanan yang dimulai dari keluarga-keluarga, dan pendidikan Seminari yang digencarkan oleh Mgr. Patrus Canisius Mandagi MSC (2020 -- sekarang). 

Dari segi inovasi liturgi, Gereja menciptakan bentuk liturgi yang inklusif dan adaptif dengan mempertimbangkan elemen budaya lokal, tanpa mengorbankan esensi ajaran Katolik. Tidak kalah pentingnya adalah dialog budaya dan agama dengan memfasilitasi dialog antara komunitas Katolik dengan kelompok agama lain dan masyarakat adat untuk memperkuat kerja sama dan saling pengertian.

Peran Orang Asli Papua

Orang Asli Papua (OAP) memainkan peran penting dalam perkembangan Gereja Katolik di KAMe. Sejak awal masuknya misionaris Katolik, OAP telah terlibat aktif dalam berbagai aspek kehidupan gereja. Beberapa kontribusi utama OAP, antara lain meliputi tokoh masyarakat. Mereka menjadi penghubung antara Gereja dan komunitas lokal, berperan dalam memfasilitasi dialog dan kerja sama Gereja dan masyarakat adat, serta mempromosikan nilai-nilai moral dan etika dalam kehidupan sehari-hari melalui keteladanan mereka.

Selain itu, banyak OAP yang menjadi guru agama Katolik, ketekis, dan pemimpin komunitas umat. Mereka membantu mendidik generasi muda Papua dalam nilai-nilai iman Katolik dan membangun fondasi spiritual yang kuat. Mereka juga bertanggung jawab dalam kegiatan pastoral di berbagai paroki, terutama di wilayah terpencil dan pedalaman. Beberapa orang menjadi imam, baik religius (misalnya tarekat Hati Kudus atau MSC) maupun imam diosesan.   

Meskipun memiliki kontribusi yang signifikan, OAP menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupan sosial dan ekonomi. Beberapa tantangan utama yang dihadapi OAP meliputi diskriminasi, marginalisasi, dan kesulitan akses pendidikan.

OAP sering mengalami diskriminasi dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam akses terhadap pekerjaan dan pelayanan publik. Stereotip negatif dan prasangka masih menjadi hambatan bagi partisipasi penuh mereka dalam masyarakat. OAP juga sering berada dalam posisi yang terpinggirkan, baik secara sosial maupun ekonomi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun