Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Hobi membaca dan menulis. Selain buku nonfiksi, menghasilkan tulisan narasi, cerpen, esai, artikel, yang termuat dalam berbagai media. Minat akan filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Moto: “Bukan banyaknya melainkan mutunya” yang mendorong berpikir kritis, kreatif, mengedepankan solusi dan pencerahan dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dari Guru Menjadi Teman: Bagaimana Merebut Hati Anak Muda di Era Digital?

8 Agustus 2024   05:30 Diperbarui: 8 Agustus 2024   07:54 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di era digital ini, tantangan bagi orang tua dalam berkomunikasi dengan anak muda semakin kompleks. Anak-anak dan remaja tumbuh dalam lingkungan yang dikelilingi oleh teknologi canggih dan informasi yang terus mengalir tanpa henti. Sering, orang tua merasa kesulitan memahami dunia anak muda yang dipenuhi dengan media sosial, aplikasi, dan game online. Gap antara generasi ini dapat menyebabkan miskomunikasi dan ketidakpuasan dalam hubungan keluarga. Komunikasi yang dulunya sederhana, kini menjadi lebih rumit karena perbedaan cara pandang dan akses informasi.

Untuk mengatasi tantangan ini, ada kebutuhan mendesak bagi orang tua untuk beradaptasi dengan perubahan zaman. Pergeseran peran dari sekadar guru yang memberi instruksi menjadi teman yang siap mendengarkan dan memahami, menjadi lebih relevan dari sebelumnya. Dengan menjadi teman, orang tua tidak hanya memberikan nasihat, tetapi juga menciptakan ruang sehingga anak-anak merasa nyaman untuk berbagi pengalaman dan perasaan mereka.

Artikel ini berusaha membuka wawasan orang tua tentang cara-cara efektif membangun hubungan yang lebih dekat dengan anak muda di era digital. Melalui pendekatan yang lebih inklusif dan empatik, orang tua dapat menciptakan ikatan yang lebih kuat dan saling menguntungkan, menjembatani gap generasi, dan membina komunikasi yang lebih terbuka dan produktif.

Memahami Dunia Anak Muda di Era Digital

Perkembangan teknologi: Hal ini telah merevolusi cara anak muda berpikir, berkomunikasi, dan berinteraksi satu sama lain. Teknologi digital, terutama internet dan perangkat seluler, telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari anak muda. Menurut Don Tapscott (2009), dalam Grown Up Digital: How the Net Generation is Changing Your World, generasi muda saat ini, yang dikenal sebagai "Generasi Net," memiliki cara berpikir yang berbeda karena mereka tumbuh dalam lingkungan digital. Komunikasi juga telah berubah drastis. Platform media sosial seperti Instagram, Snapchat, dan TikTok memungkinkan anak muda untuk berbagi pengalaman secara real-time dan berinteraksi dengan teman-teman di seluruh dunia. Selain itu, interaksi antar anak muda kini sering terjadi dalam ruang digital. Penelitian menunjukkan bahwa game online dan komunitas virtual telah menjadi tempat penting bagi anak muda untuk berinteraksi dan berbagi minat yang sama (Henry Jenkins, 2006).

Minat dan preferensi: Anak muda di era digital menunjukkan minat dan preferensi yang dipengaruhi oleh teknologi dan akses informasi yang luas. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Common Sense Media, anak muda saat ini lebih tertarik pada konten visual dan interaktif, seperti video di YouTube dan aplikasi berbasis visual lainnya. Selain itu, hobi seperti bermain game online, membuat konten di media sosial, dan streaming musik atau video menjadi sangat populer.

Tantangan yang Dihadapi: Di balik manfaat yang ditawarkan teknologi, anak muda juga menghadapi sejumlah tantangan yang signifikan, terutama tekanan dari media sosial. Banyak anak muda merasa tertekan untuk menampilkan kehidupan yang "sempurna" di media sosial, yang dapat berdampak negatif pada kesehatan mental mereka. FOMO, atau fear of missing out, adalah fenomena lain yang banyak dirasakan anak muda. Ketika mereka melihat teman-teman berbagi pengalaman yang menarik di media sosial, mereka merasa cemas dan khawatir akan ketinggalan. Hal ini dapat memicu stres dan perasaan tidak puas terhadap kehidupan mereka sendiri. Selanjutnya, cyberbullying juga menjadi masalah serius di era digital. Anonimitas yang disediakan oleh internet dapat mendorong perilaku negatif, sehingga anak muda menjadi sasaran pelecehan dan intimidasi online.

Mengubah Peran dari Guru Menjadi Teman

Menjadi pendengar yang baik: Ini adalah langkah penting dalam membangun hubungan yang kuat antara orang tua dan anak. Ketika orang tua mendengarkan dengan empati dan tanpa menghakimi, anak merasa dihargai dan didukung, yang dapat meningkatkan kepercayaan diri mereka. Menurut Carl Rogers (1980), dalam A Way of Being, empati melibatkan usaha untuk memahami perspektif orang lain tanpa menghakimi, dan ini adalah kunci dalam membangun hubungan yang saling menghormati. Kecuali itu, mendengarkan secara aktif memungkinkan orang tua memahami kebutuhan dan kekhawatiran anak mereka dengan lebih baik. Hal ini dapat membuka pintu untuk komunikasi yang lebih dalam dan mengurangi kemungkinan konflik.

Menghormati privasi: Ini adalah tantangan yang sering dihadapi orang tua. Banyak orang tua merasa khawatir tentang apa yang dilakukan anak muda di dunia online, namun penting untuk memberikan kepercayaan dan ruang bagi anak untuk mengeksplorasi identitas mereka sendiri. Nancy Baym (2018), dalam The Privacy Paradox: How We Keep Each Other Close When We Share Everything, menyoroti pentingnya keseimbangan antara menjaga keamanan anak dan menghormati kebebasan mereka. Memberikan privasi berarti tidak terus-menerus memantau atau mengintai aktivitas anak secara online, tetapi membangun dialog terbuka tentang apa yang mereka lakukan dan mengapa.

Menjadi contoh: Ini adalah cara efektif untuk memengaruhi perilaku dan nilai-nilai. Anak muda cenderung meniru perilaku orang tua, sehingga penting bagi orang tua untuk menunjukkan perilaku yang positif dan bertanggung jawab. Orang tua yang menunjukkan integritas, empati, dan etika kerja yang kuat memberikan contoh nyata bagi anak muda. Ini tidak hanya berlaku dalam kehidupan offline, tetapi juga dalam cara mereka berinteraksi dan bertindak di dunia digital.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun