Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Hobi membaca dan menulis. Selain buku nonfiksi, menghasilkan tulisan narasi, cerpen, esai, artikel, yang termuat dalam berbagai media. Minat akan filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Moto: “Bukan banyaknya melainkan mutunya” yang mendorong berpikir kritis, kreatif, mengedepankan solusi dan pencerahan dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Biar Lebih Mandiri

4 Agustus 2024   08:14 Diperbarui: 4 Agustus 2024   08:19 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di sebuah kota kecil yang dikelilingi perbukitan hijau, hiduplah seorang gadis sederhana bernama Fatima. Dengan tubuh tinggi semampai dan sikap lembut, Fatima adalah sosok yang penuh pendirian, meski kadang pikirannya sedikit kacau. Baru saja memasuki usia 20 tahun, ia telah menikah setahun yang lalu dengan lelaki pujaannya, Marinus. Dari pernikahan mereka, lahirlah seorang bayi mungil yang kemudian diberi nama Gaudens.

Fatima dan Marinus tinggal di rumah mertua, Pak Darius dan Bu Lola. Rumah itu penuh dengan anggota keluarga: ada Mateus, kakak Marinus, beserta istrinya dan dua anak kecil mereka; serta Wiliam, adik Marinus, yang baru saja menikah dan memiliki seorang bayi perempuan. Kehidupan di rumah itu pada awalnya dipenuhi dengan sukacita dan kedamaian. Semua saling melayani dan menyayangi satu sama lain. Namun, seiring berjalannya waktu, rumah tersebut semakin penuh sesak dengan obrolan yang kadang menimbulkan rasa pedis di telinga.

Suatu malam, setelah semua anak-anak tertidur, Fatima duduk di samping jendela kamar yang menghadap ke taman kecil di halaman belakang. Marinus mendekatinya, membawa secangkir teh hangat.

"Fatima, apa yang sedang kau pikirkan?" tanyanya lembut.

Fatima menghela napas, "Marinus, rumah ini semakin hari semakin sesak. Aku merasa kita tidak memiliki ruang untuk diri sendiri. Aku pikir, mungkin kita perlu memikirkan untuk pindah dan mandiri."

Marinus terdiam sejenak, menatap wajah istrinya yang terlihat lelah. "Aku mengerti, Sayang. Tapi, bagaimana dengan orang tuaku? Mereka sudah tua dan butuh perawatan."

Fatima menatap Marinus dengan mata berkaca-kaca. "Aku tahu, tapi kita juga perlu memikirkan masa depan kita sendiri. Kita tidak bisa selamanya tinggal di sini. Kita harus belajar mandiri dan mengatur rumah tangga kita sendiri."

Setelah diskusi panjang, akhirnya mereka memutuskan untuk pindah dan menyewa rumah kecil di pinggiran kota. Namun, keputusan ini tidak disambut baik oleh keluarga mertua. Pak Darius dan Bu Lola merasa kecewa dan menuduh mereka tidak ingin merawat orang tua yang semakin tua dan sakit-sakitan.

Di ruang tamu rumah mertua, suara perdebatan mulai memanas. Pak Darius duduk dengan wajah marah, sementara Bu Lola menahan tangis di sampingnya. Fatima dan Marinus berdiri di depan mereka, berusaha menjelaskan keputusan mereka.

"Kalian mau pergi begitu saja? Apa kalian tidak memikirkan kami yang sudah tua ini?" suara Pak Darius menggema di ruangan.

"Bapa, kami tidak berniat meninggalkan kalian. Kami hanya ingin belajar mandiri dan mengatur rumah tangga kami sendiri," jawab Marinus dengan suara tenang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun