Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Hobi membaca dan menulis. Selain buku nonfiksi, menghasilkan tulisan narasi, cerpen, esai, artikel, yang termuat dalam berbagai media. Minat akan filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Moto: “Bukan banyaknya melainkan mutunya” yang mendorong berpikir kritis, kreatif, mengedepankan solusi dan pencerahan dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pilar-pilar Kesetiaan Suami Istri: Membangun Pernikahan yang Langgeng

2 Juli 2024   05:46 Diperbarui: 2 Juli 2024   06:09 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pernikahan dalam ajaran Katolik merupakan panggilan ilahi yang mengundang suami dan istri untuk hidup bersama dalam cinta, kesetiaan, dan kesatuan (bdk. Kej 2:24). Kesetiaan menegaskan komitmen untuk setia dalam segala hal, baik dalam suka maupun duka, dalam sehat dan sakit, hingga maut memisahkan (bdk. KGK 1646). Artikel ini bertujuan mendeskripsikan pilar-pilar kesetiaan suami istri Katolik. Pemahaman dan pengimplementasian pilar-pilar tersebut dalam kehidupan perkawinan, mendorong pasangan suami istri untuk memperdalam ikatan cinta, dan menghadirkan cinta Kristus dalam setiap aspek kehidupan mereka.

Doa Bersama

Dalam berdoa bersama, suami istri mengakui bahwa Tuhan adalah pusat dari hubungan mereka dan bahwa mereka membutuhkan bimbingan-Nya dalam setiap aspek kehidupan. Ini menciptakan keharmonisan dan keselarasan dalam hubungan, serta menjaga ikatan pernikahan. Memperdalam kasih sayang: Ketika pasangan berdoa bersama, mereka berbagi keintiman rohani yang mendalam. Ini memperdalam kasih sayang dan cinta mereka satu sama lain, serta memperkuat komitmen mereka untuk saling setia. Dalam konteks pernikahan, doa bersama menjadi tindakan yang mengangkat kehidupan pernikahan kepada Tuhan. Menurut Paus Yohanes Paulus II, dalam Familiaris Consortio (1981), doa dalam keluarga memiliki kekhususan yang indah. Doa bersama adalah sakramen asli persekutuan keluarga, tempat pertemuan dengan Tuhan yang membentuk kembali kehidupan mereka.

Pengorbanan dan Kejujuran

Pengorbanan dalam pernikahan berarti memberikan waktu, tenaga, dan perhatian kepada pasangan, bahkan ketika hal tersebut membutuhkan pengorbanan pribadi. Ini mencerminkan cinta Kristus yang rela berkorban untuk umat-Nya. Pengorbanan juga berarti bersedia melepaskan ego dan kepentingan pribadi demi kebaikan bersama. Kejujuran adalah fondasi dari kepercayaan. Tanpa kejujuran, tidak mungkin ada kesetiaan sejati. Pasangan yang jujur satu sama lain menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman, sehingga mereka dapat berbagi perasaan, pikiran, dan kekhawatiran tanpa rasa takut. Paus Paulus VI, dalam Humanae Vitae (1968), menekankan bahwa pernikahan menuntut dari pasangan untuk saling mengasihi dengan penuh pengorbanan dan kejujuran. Cinta sejati dalam pernikahan harus berlandaskan pengorbanan diri dan komitmen untuk kejujuran.

Komitmen dan Komunikasi Terbuka

Komitmen dalam pernikahan adalah keputusan untuk tetap setia dan mendukung pasangan dalam segala situasi, baik dalam suka maupun duka. Ini mencakup kesediaan untuk bekerja melalui masalah dan tantangan yang mungkin muncul, serta menjaga kesetiaan dan cinta sepanjang hidup. Komunikasi terbuka adalah kemampuan untuk berbicara dengan jujur dan transparan tentang segala hal, termasuk perasaan, kekhawatiran, kebutuhan, dan harapan. Komunikasi yang baik memungkinkan pasangan memahami satu sama lain dengan lebih baik, mengatasi konflik dengan efektif, dan membangun hubungan yang lebih dalam. Menurut Gaudium et Spes (1965), Konsili Vatikan II, pernikahan adalah panggilan yang mengharuskan pasangan untuk berkomitmen satu sama lain dengan sepenuh hati dan sepanjang hidup. Komunikasi adalah unsur penting dalam menjaga cinta dan pengertian dalam keluarga.

Pengampunan dan Rekonsiliasi

Dalam kehidupan pernikahan, tidak jarang terjadi kesalahan, kesalahpahaman, dan konflik yang dapat menguji ikatan antara suami dan istri. Pengampunan adalah proses ketika pasangan saling memaafkan kesalahan, menghilangkan dendam, dan melanjutkan hubungan dengan hati yang lebih lapang. Dengan mengampuni, pasangan menunjukkan bahwa mereka lebih mengutamakan hubungan dan cinta daripada kesalahan atau konflik yang terjadi. Tanpa pengampunan, kebencian dan dendam dapat tumbuh dalam hati, yang akan merusak hubungan dan kesetiaan dalam pernikahan. Menurut Paus Yohanes Paulus II, dalam Dives in Misericordia (1980), pengampunan adalah dasar dari cinta yang sejati, dan itu adalah yang memulihkan relasi yang terluka. Pengampunan adalah tindakan ilahi yang harus ditiru oleh semua umat beriman, termasuk dalam pernikahan.

Rasa Syukur: Perayaan Kesetiaan

Bersyukur berarti menghargai dan mengakui semua berkat dan kebaikan yang diterima dalam kehidupan, termasuk dalam hubungan pernikahan. Bersyukur mencakup pengakuan terhadap kebaikan pasangan, kesediaan untuk melihat hal-hal positif dalam setiap situasi, dan memupuk rasa syukur kepada Tuhan atas karunia pernikahan. Bersyukur kepada Tuhan atas berkat pernikahan memperdalam iman dan kesadaran akan peran Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Ini membantu pasangan untuk tetap fokus pada nilai-nilai spiritual dan moral yang menjadi dasar pernikahan Katolik. Menurut Paus Fransiskus, dalam Gaudete et Exsultate (2018), orang yang bersyukur adalah orang yang mengenal kemurahan hati Tuhan dan mengakui bahwa segala sesuatu adalah rahmat. Rasa syukur membantu pasangan untuk mengenali rahmat Tuhan dalam hubungan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun