Kesetiaan Batiniah dan Jasmaniah
Kesetiaan dalam perkawinan mencakup dua dimensi penting: batiniah dan jasmaniah. Kesetiaan batiniah meliputi cinta, pengabdian, dan kesetiaan. Kesetiaan jasmaniah mencakup kesetiaan seksual dan penghindaran perzinahan. Keduanya saling melengkapi dan memperkuat hubungan suami istri dalam ikatan sakramental.
Kesetiaan batiniah mencakup cinta tulus, pengabdian tanpa pamrih, dan kesetiaan yang kokoh. Paus Benediktus XVI dalam ensiklik Deus Caritas Est (2005) menekankan pentingnya cinta dalam hubungan manusia, khususnya dalam perkawinan. Suami dan istri saling melayani dengan penuh kasih dan pengertian sesuai ajaran Yesus (Mat 20:28).
Kesetiaan jasmaniah menuntut penghormatan terhadap tubuh pasangan dan penghindaran perzinahan. Ini mencakup kesetiaan seksual yang eksklusif. Suami dan istri hanya menjalin hubungan intim satu sama lain sesuai dengan rencana Tuhan dalam menciptakan perkawinan (Kej 2:24). Paus Pius XI dalam ensiklik Casti Connubii (1930) menegaskan pentingnya menjaga kesucian perkawinan dan menghindari perzinahan karena merusak rahmat perkawinan dan keluarga, serta menghancurkan kehormatan suci yang harus dilindungi.
Tantangan Menjaga Kesetiaan
Menjaga kesetiaan perkawinan tidaklah mudah karena sering dihadapkan pada berbagai tantangan, baik dari luar maupun dari dalam. Pasangan suami istri harus memahami dan mengatasi godaan yang mengancam kesetiaan perkawinan mereka.
Tantangan pertama adalah godaan dari luar, seperti pengaruh budaya, media, dan lingkungan sekitar. Budaya kontemporer sering mempromosikan citra perkawinan yang sekuler, di mana kesetiaan dipandang sebagai sesuatu yang relatif atau tidak penting. Media massa sering menunjukkan gambaran yang distorsi tentang cinta dan hubungan, menganggap kesetiaan sebagai sesuatu yang ketinggalan zaman atau tidak realistis.
Untuk menghadapi godaan dari luar, pasangan Katolik perlu memperkuat iman dan membangun perlindungan spiritual yang kokoh. Paus Yohanes Paulus II dalam ensiklik Familiaris Consortio (1981) menekankan pentingnya perlindungan keluarga dari pengaruh negatif luar.
Tantangan lain berasal dari dalam diri pasangan, seperti keegoisan dan kurangnya komitmen. Keegoisan sering menjadi akar ketidaksetiaan dalam perkawinan. Salah satu atau kedua pasangan mengutamakan keinginan pribadi di atas kepentingan pasangan. Kurangnya komitmen juga mengancam kesetiaan perkawinan. Pasangan yang tidak sepenuhnya berkomitmen, rentan meninggalkan komitmen saat menghadapi kesulitan.
Untuk mengatasi godaan dari dalam, pasangan Katolik perlu memperkuat komitmen dan membangun hubungan yang didasarkan pada kasih sayang, pengertian, dan pengampunan. Paus Fransiskus dalam ensiklik Amoris Laetitia (2016) menekankan pentingnya memperkuat ikatan perkawinan melalui komitmen yang kokoh dan terhindar dari segala bentuk ancaman.
Peran Gereja Memberikan Dukungan