Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Hobi membaca dan menulis. Selain buku nonfiksi, menghasilkan tulisan narasi, cerpen, esai, artikel, yang termuat dalam berbagai media. Minat akan filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Moto: “Bukan banyaknya melainkan mutunya” yang mendorong berpikir kritis, kreatif, mengedepankan solusi dan pencerahan dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menghadapi Stereotip Bahasa Indonesia yang Merendahkan Peran Perempuan: Langkah Strategis Menuju Kesetaraan Gender

3 April 2024   19:32 Diperbarui: 3 April 2024   19:37 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Langkah Strategis Menuju Kesetaraan Gender

Untuk mengatasi stereotip gender dalam penggunaan kata-kata bahasa Indonesia yang cenderung merendahkan derajat dan peran perempuan, diperlukan upaya yang bersifat inklusif, edukatif, dan progresif.

Pertama, meningkatkan kesadaran akan stereotip gender dalam bahasa dan dampaknya terhadap masyarakat. Pendidikan mengenai kesetaraan gender dan pentingnya bahasa yang inklusif dapat diperkenalkan di sekolah-sekolah dan lembaga pendidikan lainnya.

Kedua, mengadakan kampanye publik dan kegiatan sosialisasi yang mempromosikan kesadaran akan bahasa seksis dan cara menghindari penggunaannya. Hal ini bisa dilakukan melalui media sosial, seminar, lokakarya, dan acara komunitas lainnya.

Ketiga, menggalakkan penggunaan bahasa yang lebih inklusif dan netral dari aspek gender. Misalnya, menghindari penggunaan kata ganti maskulin universal seperti "dia" atau "mereka" tanpa menentukan jenis kelamin, atau menggunakan bentuk kata-kata yang netral.

Keempat, mengganti kata-kata atau frasa seksis dengan alternatif yang lebih netral dan inklusif. Hal ini dapat melibatkan revisi teks-teks resmi, kampanye penyadaran, serta pembinaan terhadap penggunaan bahasa yang lebih sensitif terhadap gender.

Kelima, memberdayakan perempuan untuk mengambil peran yang lebih aktif dalam merancang dan memengaruhi penggunaan bahasa dalam masyarakat. Dan melibatkan perempuan dalam proses pembuatan kebijakan bahasa dan pengembangan sumber daya bahasa yang lebih inklusif.

Keenam, mendorong institusi dan organisasi untuk mengadopsi kebijakan dan panduan resmi yang mendukung penggunaan bahasa yang inklusif dari aspek gender. Hal ini, termasuk peninjauan kembali panduan penerbitan, pedoman perekrutan, dan kebijakan komunikasi internal dan eksternal.

Ketujuh, melibatkan para pakar bahasa, sosiolinguistik, dan feminisme dalam upaya untuk mengatasi stereotip gender dalam bahasa. Kolaborasi ini dapat menghasilkan pemahaman yang lebih dalam dan solusi yang lebih efektif dalam merancang strategi penggunaan bahasa yang lebih inklusif.

Melalui langkah-langkah di atas, diharapkan dapat tercipta perubahan yang signifikan dalam penggunaan bahasa yang lebih sensitif terhadap gender. Kecuali itu, upaya-upaya tersebut mendorong tercapainya kesetaraan gender yang lebih besar dalam masyarakat. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun