Mohon tunggu...
Agustinus Sukaryadi
Agustinus Sukaryadi Mohon Tunggu... Dosen - Agustinus Sukaryadi

Tempat, tanggal, lahir: Yogyakarta, 25 Agustus 1956

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ekstrem, Ekstremis, dan Ekstremitas

29 Januari 2021   09:13 Diperbarui: 29 Januari 2021   09:30 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam KBBI Edisi keempat, kata ekstrem diartikan: 1) paling ujung (paling tinggi, paling keras, dsb), dan 2) sangat keras dan teguh; fanatik. Sedangkan ekstremis diartikan; sebagai orang yang ekstrem; atau orang yang melampaui kebiasaan (hukum, dsb) dalam membela atau menuntut sesuatu.

Istilah ekstrem menjadi populer berkembang ketika dimana-mana segala sesuatu terjadi diluar kewajaran. Ekstremitas, menunjuk pada; peringkat yang paling ekstrem (tentang perasaan, penderitaan, kesedihan) atau hal (tindakan, perbuatan) yang melewati batas (sangat keras, dsb).

Dalam ideologi kenegaraan disebutkan ada ekstrem kanan, untuk praktek bernegara yang berhaluan keagamaan (semua agama), dan ekstrem kiri untuk praktek bernegara atau kelompok sosialis, dan semakin kekiri bisa diartikan komunis/ateis.

Ibarat bandul jam, praktek bernegara bisa berayun kekiri dan kekanan. Menurut pengertian tersebut, praktek bermasyarakat, berbangsa dan bernegaraan kita mengalami ekstremitas kekiri dan kekanan.

Pada era kemerdekaan, perebutan ideologi yang akan dipakai sebagai dasar negara menjadi perebutan tiga kekuatan. Kekuatan pertama adalah kelompok nasional yang menghendaki Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, kekuatan kedua adalah kelompok agamis yang menghendaki agama menjadi dasar dan ideologi negara, kekuatan ketiga adalah kelompok komunis yang menghendaki komunis menjadi dasar dan ideologi negara.

Ketika dasar negara sudah ditetapkan dengan dasar negara Pancasila, kedua kelompok ini masih ingin mengganti dengan ideologinya. Keinginan tersebut diaktualisasikan dengan  pemberontakan-pemberontakan terhadap pemerintahan yang sah.

Dalam catatan sejarah, kedua kelompok ini disebutkan sebagai kelompok ekstrem kanan, dan kelompok ekstrem kiri. Pemberontakan PKI di Madiun menjadi salah satu wajah kelompok ekstrem kiri, dan pemberontakan DI-TII menjadi wajah kelompok ekstrem kanan.

Kekuatan kelompok kanan, kiri dan tengah (nasionalis) tetap tumbuh dan berkembang dalam praktek kenegaraan. Hal ini ditandai dengan sidang-sidang Konstituante yang lebih sering dead lock. Kekuatan-kekuatan itu memuncak pada peristiwa peralihan kekuasaan 1965-1966. 

Penggalan sejarah bangsa yang kelam dan masih memerlukan pendalaman serta penelitian lebih lanjut. Dari peristiwa ini ektrem kiri (komunis) tersingkir dan dilarang hidup di Indonesia. Ada ekstremitas tertentu yang menimbulkan stigma masyarakat menjadi Orde Lama dan Orde Baru. Stigma masyarakat yang dicap tidak Pancasilais dan masyarakat Pancasilais.

Bak bandul jam, bandul mulai bergerak ke kanan dan semakin ke kanan. Pemerintah menggunakan agama sebagai bahasa pembangunan. Program-program pemerintah dimintakan persetujuan dan pengesahan serta pelaksanaannya bersama Lembaga Keagamaan.

Lahir buku P4 menurut agama-agama; Keluarga Berencana menurut agama-agama, donor organ tubuh menurut agama-agama, dst. Semakin kekanan, sehingga peraturan dan perundang-undangan produk wakil rakyat, memerlukan persetujuan dari Lembaga Keagamaan.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun